Tuesday, 3 February 2015

Hukum Yang Adil dan Benar

      Gambaran mengenai hukum yang adil dan benar dapat diketemukan dalam pemikiran yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch, seorang politikus dan sarjana hukum dari Jerman. Ia berusaha menyeberangi jurang bidang “ada” (sein) dan bidang “harus” (sollen) dengan menerima bahwa suatu bidang terkandung kedua bidang tersebut untuk mencapai apa yang disebut dengan kebenaran. Menurut Radbruch, bidang kebudayaan tidak hanya terletak di antara dua bidang tersebut, tetapi menggabungkan kedua bidang itu juga, sebab kebudayaan merupakan perwujudan dari nilai-nilai realitas alam, dan Radbruch hendak menerapkan teori ini pada hukum.[1]

      Alasan yang dipergunakan Radbruch ialah bahwa hukum merupakan unsur kebudayaan, maka seperti unsur-unsur kebudayaan lain, hukum diwujudkan dalam satu nilai, yakni nilai keadilan. Sehingga hukum merupakan perwujudan dari keadilan, sedikitnya merupakan usaha ke arah terwujudnya keadilan. Sedangkan tolok ukur adil atau tidak adilnya tata hukum dibentuk dalam masyarakat, namun tolok ukur tersebut belumlah cukup, karena ada dasar lain, yaitu dasar hukum sebagai hukum.
      Dalam mewujudkan adanya hukum yang benar dan adil ini, Radbruch membagi keadilan menjadi 3 (tiga) aspek, yaitu:
a.    Keadilan dalam arti sempit, artinya keadilan merupakan persamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.
b.    Tujuan keadilan atau finalitas, aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
c.     Kepastian hukum atau legalitas, aspek ini menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.
Dengan adanya pembagian keadilan ke dalam tiga aspek tersebut, kita dapat mengetahui bahwa suatu hukum yang adil haruskah hukum memenuhi unsur konstitutif hukum atau hanya unsur regulatif sebagimana dikatakan oleh Huijbers.[2] Apabila adil merupakan unsur konstitutif hukum, maka suatu peraturan tidak adil bukan hanya hukum yang buruk, tetapi karena faktor non hukum (non yuridis), seperti politik. Sebaliknya apabila adil merupakan unsur regulatif bagi hukum, maka suatu peraturan yang tidak adil tetap merupakan hukum walaupun buruk, dan tetap berlaku dan mewajibkan masyarakat untuk mentaatinya.




      [1] Theo Huijbers, Op. Cit., halaman 162.
      [2] Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1995, halaman 48.

0 comments:

Post a Comment