Kebijakan adalah sesuatu yang lebih dalam dan lebih
lembut daripada pengetahuan. Dalam bahasa sehari-hari sering dikatakan “Raja
yang arif dan bijaksana”. Kearifan menunjukkan level pengetahuan yang lebih awal,
yakni “pengenalan”. Kebijakan menunjukkan level pengetahuan yang lebih
mendalam, yang melaluinya pengenalan dan pengetahuan ada pada derajatnya yang
lebih tinggi, lebih detil, lebih lengkap dari tinjauan berbagai sudut pandang.
Seorang mahasiswa bisa saja mengetahui tentang ilmu
managemen, namun biasanya hanya seorang profesor senior atau praktisi managemen
senior yang memiliki “wisdom” (kebijakan) dalam ilmu managemen.
Maka tidak salah bila dikatakan,Kebijakan
(wisdom)
terdiri atas pemahaman tentang hal-hal yang paling baik (afdhal)
melalui pengetahuan yang paling afdhal (baik)
(For wisdom consists in thinking the most excellent thing through the most
excellent knowledge) hal ini adalah yang dikatakan oleh al-Fārābi
dalam magnum opusnya al-Madīnah al-Fadhīlah. Al-Fārābi berkata:
و كذلك في أنه حكيم . فإن الحكمة هي التي
تعقل أفضل الأشياء بأفضل علم.
“Dan
seperti itu juga bahwa dia adalah “bijak”. Maka sesungguhnya kebijakan adalah
pemahaman tentang hal-hal yang lebih (afdhal)
dengan ilmu yang lebih (afdhal)”[1]
Dari penjelasan di atas, karena PengetahuanNya adalah
Pengetahuan atas Realitas segala sesuatu pada tarafnya yang terdalam dan
tertinggi, maka PemahamanNya atas segala sesuatu adalah yang paling baik (afdhal)
dan tentu melalui PengetahuanNya; dan sungguh tiada pengetahuan apa pun di alam
wujud yang lebih afdhal dari PengetahuanNya. Jadi jelas bahwa Dia adalah
Bijak, dan tiada apa pun yang lebih layak disebut Bijak dariNya! Sungguh
Dia-lah Yang Maha Bijak (al-Hakīm)!
...وَهُوَالْحَكِيمُالْعَلِيمُ[٤٣:٨٤]
“Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
(QS
43 (AZ-ZUKHRUF):84)
[1] Al-Fārābī, On the Perfect State (Mabādi’ ārā’
ahl al-madīnat al-fādhilah), Great Books of the Islamic World, Inc,
Chicago,1998, pp. 72,73
0 comments:
Post a Comment