KesederhanaanNya mengimplikasikan bahwa Sifat-SifatNya
bukanlah sesuatu selain Zatnya, yakni Wujud Wajib itu sendiri, Karena bila
Sifat-SifatNya adalah tambahan bagi ZatNya, Ia menjadi tersusun. Maha Suci Ia
dari segala kejamakan dan ketersusunan!
Hakikat KetunggalanNya adalah ZatNya itu sendiri dan
bukanlah selain itu. Hakikat kesempurnaanNya adalah ZatNya itu sendiri.
Demikian pula KehidupanNya, PengetahuanNya dan sifat-sifatNya yang lain.
Imam ‘Ali bin Abī Thālib kw. bersabda[1]:
...وَ
كَمَالُ تَوْحِيْدِهِ الْإِخْلَاصُ لَهُ ، وَ كَمَالُ الْإِخْلَاصِ لَهُ نَفْيُ
الصِّفَاتِ عَنْهُ . لِشَهَادَةِ كُلِّ صِفَةٍ أَنَّهَا غَيْرَ الْمَوْصُوْفِ , وَ
شَهَادَةِ كُلِّ مَوْصُوْفٍ أَنَّهَا غَيْرَ الصِّفَةِ ...
“...Dan kesempurnaan tauhidNya
adalah ikhlas kepadaNya, Dan kesempurnaan ikhlas kepadaNya adalah
penafian sifat atasNya. Dengan
penyaksian bahwa setiap sifat bukanlah yang disifati, dan bahwa setiap yang
disifati bukanlah sifat...”
Shadr al Muta’allihīn Mulla Shadra qs. Menuliskan
“Sifat-SifatNya – Maha Suci Ia – identik dengan Zat Nya.
Ini tidak sebagaimana Asy’ariyyah meletakkannya, dari penegakan kejamakan Sifat
dalam wujud untuk mengimplikasikan kejamakan delapan (Sifat) koeternal (yang
terpisah dari Zat Tuhan). Tidak juga itu seperti ungkapan kaum Mu’tazilah, yang
secara total menolak realitas konseptual yang berbeda-beda dari Sifat-Sifat,
tapi kemudian menegaskan efek-efek mereka dan menggantikan Zat sebagai
pengganti mereka (dalam menghasilkan efek-efek ini) sebagaimana dalam Suber
Wujud di sisi sebagian. Maha Tinggi Ia dari penihilan (ta’thil) dan
antrophomorfisma (tasybih).
Tidak, ( ketunggalan Sifat-Sifat Tuhan dan Zat Tuhan
hanya dapat dipahami dengan benar) dalam cara yang diketahui oleh الرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ ar-rāsikhūna fi al-‘ilmi (orang-orang yang
mendalam ilmunya) (QS 3 (AL-ALI IMRAN):7) dari أُمَّةً وَسَطًا ummatan wasathan (QS 2
(AL-BAQARAH):143), yakni mereka yang tidak dikalahkan baik oleh kelebihan
maupun kekurangan. ”[2]
Syaraf ad-dīn Dāwwūd Al-Qaysarī menuliskan:
“Jika Anda mengetahui hal ini, maka Anda akan mengetahui
apa yang dimaksudkan dengan “Sifat-SifatNya identik dengan ZatNya”...Pikiran
mempersepsi sebagai berbeda, sebagaimana ia (pikiran) secara mental memisahkan
sifat dan pemilik sifat, walaupun dalam keberadaan aktualnya satu”[3]
Maka, Maha Suci Ia Yang Samudera Keagungan Sifat-SifatNya
adalah Hakikat Ketunggalan ZatNya. Dan Sifat-SifatNya tidak terlepas dari dan
bukanlah sesuatu selain ZatNya. Maha Suci Ia Yang Mahatunggal namun tidak
sedikit. Yang Mahatunggal namun Maha Meliputi.
[1]Nahjul Balāghah, Ansariyan Publications, Qum,
2002 M/1423 H, Khutbah 1, Vol. 1, pp. 23
[2] Mulla Shadra, Kearifan Puncak, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, Cetakan II, Januari 2004, pp. 134
[3] Qaysari’s Muqddima to His Sharh
Fusūs al-hikam, Translated by Mukhtar Hussain Ali (Ph. D. dissertation),
University of California, Berkeley, 2007, pp. 37
0 comments:
Post a Comment