telah
berkata Guruku YM, Maulana Rumi;
“Karena cinta pahit
berubah menjadi manis,
karena cinta tembaga berubah jadi emas.
Karena cinta ampas
berubah jadi sari murni,
karena cinta pedih
menjadi obat
Karena cinta kematian berubah jadi
kehidupan,
karena cinta raja berubah jadi hamba”
Yaa,
Cinta merupakan kekuatan mahadahsyat yang siap meremukkan segala sesuatu selain
Kekasih. Ia adalah sari segala gerak dan harmoni semesta. Semesta yang
berputar-putar dalam tarikan pusaran Sang MahaGravitasi, Pusat-Pusat Cinta
segenap makhluk. Cinta adalah salah satu rahasia-rahasia dari Dzat-Nya. Apakah
Cinta itu? Tiada kata, tiada pena, tiada ungkapan, tiada lirik apapun yang bisa
menggambarkan Apakah Cinta. Hanyalah seperti asap-asap yang terbang menghilang
dalam taufan, kata hanyalah mampu mengungkapkan satu sisi-sisi kecil dari
keagungannya.
Tentang
Cinta Ilahi, Sang Maha Surya, telah berkata Guruku YM Sayyid Musa Al-Kadzim
Al-Habsyi bahwa telah bersyair Imam Khomeini,
“Asyiwam,
Asyiqam
maridh tu am
ze in maraz
ma dawa nami khoham.”
“Kasihku, duhai Kasihku
Aku Sakit, karena-Mu
Dan akan Sakitku ini,
ku tak ingin sembuh.”
Cinta
adalah Sakit dan Perih. Tapi PeCinta tak ingin sembuh dari Sakitnya. Sakit
karena Rindu akan Kekasih nan tak kunjung tiba. Sakit karena Api Hasrat akan
perjumpaan dan pertemuan dengan Kekasih. Sakit karena Kekasih demikian Mulia,
Agung, Suci, Tinggi, Maharani, Mahaanggun, Maha …., tiadalah pantar al-faqir menyentuh
batas-batas terluar yang paling jauh dari Hadhirat Kekasih.
Tentang
Cinta kepada Nabi Muhammad, Rembulan Asmara, Cermin Kesempurnaan Tuha, Makhluq
Yang Paling Smepurna, al-faqir yang dhoif ini bersyair;
menatap Muhammad
buhulan rindu
tiada lidah yang tak
kelu
tiada zarrah yang
tak lebur
tiada alam yang tak
lenyap
tiada mentari yang
tak malu
tiada
bintang-bintang yang tak bergetar-getar menahan segenap kelipnya
merintih akulah
geletar cahaya Muhammad
aaakulahh geletar
cahaya Muhammad
aaakulahh geletar
cahaya Muhammad
dan tiada pula awan
yang tak berarak-arak menanti pertemuan dengan Mu,
duhai Muhammad …
Cinta
kepada Nabi Muhammad (SAWW) adalah identik dengan Cinta kepada Tuhan. Karena
Muhammad (SAWW) adalah Kekasih Tuhan. Apa yang dicintai Muhammad (SAWW)
dicintai oleh Tuhan. Apa yang dimurkai Muhammad (SAWW), dimurkai oleh oleh
Tuhan. Nabi berakhlaq sempurna, berjiwa amat mulia, berwajah paling indah dan
tampan. Tiada-lah satu percik zarrah apa pun dalam lahir dan batin Nabi, maupun
dalam tujuh lapisan alam dalam semesta Nabi melainkan dipenuhi dengan segenap
Keindahan, Keagungan dan Ridho Tuhan. Mukmin adalah orang yang mencintai Nabi
lebih dari mencintai dirinya sendiri, dan mencintai Keluarga Nabi lebih dari
mencintai keluarganya sendiri. Sholawat sejahtera atasNya selalu.
Di
dunia ini, tiada mungkin kita bertemu dengan Kekasih Sejati, Sang Maha Surya,
Tuhan Yang Maha Agung. Tiada pula mungkin kita bertemu dengan Rembulan Asmara,
buhulan cinta para Wali dan hamba yang taat, Muhammad (SAWW). Tapi bagi hamba
yang dikaruniai penglihatan indah, tiada lain segenap zarrah di semesta adalah
biasan-biasan Rahmat dan Sentuhan Kekasih Yang Maha Agung. Di antara
zarrah-zarrah tersebut, ada lokus-lokus Cinta yang paling terang, adalah Kasih
Orang Tua dan Cinta maupun Birahi antara Laki-Laki dan Wanita. Al-faqir
menyebut lokus-lokus ini sebagai Lilin-Lilin Kecil. Manakala aku menatapi
lilin-lilin kecil ini aku teringat akan Cahaya Sang Maha Surya, Manakala aku
menikmati keindahannya, aku teringat akan biasan-biasan Cahaya Sang Maha Surya.
Suami/Istri adalah ladang-ladang kasih, ladang-ladang asmara, tempat al-faqir
menanam benih-benih Cinta, dan melatih untuk merasakan pedih sekitnya Cinta.
Ladang-ladang kenikmatan maupun pengorbanan, pertemuan maupun kerinduan.
sepercik terang
lilin dalam kelam,
saat tiada Surya
maupun Rembulan
melepas setitik
rindu dan dahaga
akan Kekasih Sang
Maha Agung, Sang Maha Surya
dan Rembulan
MahaCantik, MahaIndah, Muhammad
Menatap
lilin-lilin kecil adalah Kehangatan. Mengurangi Silau-Silau jika kita langsung
menatap Surya. Menatap lilin-lilin kecil adalah Kenangan. Mengenang Kekasih
Mahacantik Mahaanggun Mahamesra, Alla ‘Azza wa Jalla dan Cerminannya Yang
Azali, Muhammad (SAWW).
Aku pun mabuk dalam
hangat cahaya lilin-lilin kecil
merah kekuningan nan
bergoyang lamban bak taburan manik-manik asmara
menggerakkan jutaan
nuansa bayangan dan bintang-bintang pemabuk
Tiada sadar, tiada
keluh, tiada kesah, tiada desah,
tiada detak-detak
hati,
tiada pula awan
beranak mendung
Jernih, Bening kutatap
nuansa yang bergoyang dalam Lautan Tajalli
Aku pun mabuk dalam
nuansa tarian lilin-lilin Tajalli,
Lilin-Lilin merasuk
bak Anggur
Lilin-Lilin Yang
Indah bak Lailah
Lilin-Lilin menari
bak Zakiyah
Lilin-Lilin menangis
gembira
Lilin-Lilin
melengking merdu
Lilin-Lilin Asmara
Puncak Kemabukan
Orang-Orang Tuhan
Lilin-Lilin nan
tiada membuat dahaga
tapi membakar
kerongkongan Perindu Tuhan
tetes demi tetes
Cairan Putih Suci terbakar dalam Api Cinta
Cairan Yang
memabukkan, itu lah aku
aku demi aku yang
kepayang
menetes lenyap dalam
kegelapan malam
lebur dalam
keindahan Api, Gincu-Gincu Kekasih nan merona merah
aku demi aku keram
dalam ketiadaan
menatapi Tajalli
demi Tajalli,
Keindahan
Api lilin nan merona merah kekuningan, Rona-Rona Kekasih bertahtakan manik munri
keemasan,
Ooo, aku telah mabuk
dan Terbakar
Ooo, aku telah mabuk
dan Terbakar,
Sirna dalam Fana
Ooo, Sang Mahafana,
mahafana, mahafana,…
dengan AsmaNya Yang
Maha Tinggi
Dia memandang, aku tersipu
Aku memandang, Ia pun
tersipu
memalu dengan pipiNya Yang
Memerah Jambu
O…, Duhai Ia Yang Mahamalu
dalam Puncak Keanggunannya
Kusentuh lentik
bulumataNya,
Ia belai rambutku
terberai,
Airmata dalam senyuman
Dengan sejuta makna dan
cita
Citra itu memancaran Hujan
pelangi di alam mimpi,
dalam alunan “bulan madu
di atas awan”
dan jutaan zarrah langit
nan senantiasa membiru,
dalam kelapangannya aku
bercumbu dengan mesra,
Sedang Kekasih Nan
MahaCantik memamerkan merah
rona pipiNya, dengan
Wangi-Wangi azali yang,
meleburkan segenap zarrah
dan mengguncang
Aku
pun duduk bertelekan Awan-Awan putih nan menyelimuti ku dari segenap tatapan
dunia
maupun menyembuyikan aku
dari khayalan hasrat-hasrat yang tertidur di alam mimpi,
Segelas Anggur nan
kuteguk, Anggur tetes airmata kerinduan Kekasih,
Arak Kesturi tiada
banding,
Kureguk cukup satu
tegukan, dan Mabukpun menjalar ke segala bagian-bagian terlembut dari jiwaku,
Bak keledai lupa akan
kepalanya aku terjerembab dalam lorong-lorong pusaran Cinta mahadahsyat,
Di tiap relung kutemui
Berjuta Wajah Kekasih Rupawan,
menyanyikan lagu cinta dan
dahaga,
dan dahaga,
Dalam setiap tetes
kedahagaannya terdapat Samudera,
Yang menyegarkan jutaan
kedahagaan baru…
Ohh, Ohh, Ohh, jangan
begitu Duhai Kekasih, …
Ohh, Ohh, Ohh, janganlah
malu Duhai Kekasih, …
Seiring serunai jagung
menyiulkan lara keterpisahan, …
Serentak aku memasuki
jutaan persatuan, yang masing-masingnya menyantikan ribuan nyanyi perpisahan
baru, …
Sejengkal saja dari mata
tapi ada jutaan, milyaran, trilyunan, trilyun-trilyun…, tak hingga titik yang
harus dilalui, Dan tiap titiknya mengandung rahasia-rahasia Wajah Kekasih nan
rupawan,…
Ohh, Ohh, Ohh, Nur melesat
kembali ke asal tempat segala bermuara,
Ohh, Ohh, Ohh, kutatapi
Ceralng Wajah Muhammad buhulan Asmara, melalui NurNya, Nut itu, Nur itu, Nur
itu,
Betapa mungkin ini kutuliskan,
Tanpa Pancungan KekasihKu, Yang Maha Agung…?
Duhai nuansa, awan dan
segala dahaga yang tersimpan dalam hujan-hujan Tajalli …
Duhai hati, rasa dan
segenap Cinta yang tersembunyi rapat dalam tiap cinta-cinta …
Duhai kekasih, dan segala
WajahMu yang Engkau sembunyikan dalam tarabir tarabir tiada terhingga ……..
Darah pun tertumpah
Dari percik-percik darah
Al-hallaj,
Melarik ke awan dan langit
yang biru
Laa ilaaha Illa Allah,
yang asli tanpa cela,
tanpa ragu, terang benderang dalam naungan bendera Asmara,
Mengguncang sungai
Laa ilaaha Illa Allah,
yang mengalirkan semua air
dari hulu ke muara,
yang mengalirkan Semua
dalam Jalan, Tao, yang benar
Mengguncang segala,
Laa ilaaha Illa Allah
yang senantiasa memancar
dalam iluminasi segala,
Iluminasi wujud azali,
tiap saat, tiap waktu, tiap percik, tiap ruang, dan tiap segala yang tak bisa
diungkapkan dalam waktu ataupun ruang ……
Diam dalam Ketunggaln
Tiada Taranya,
Laa ilaaha Illa Allah
nan hanya diketahui
olehNya dalam tahap pertama setelah kegaibanNya terhadap diriNya sendiri, Akal
Segala, Akal Mahasempurna, Muhammadar Rasulullah,
Syahadat sempurna………
Tertuliskan dengan Laa
merah muncrat dari hati,
Dan bertahtakan lengkap
syahadar memerah sukma,
Darahpun menetes
menuliskan Saksi demi saksi KetunggalanNya……, Syahid Husein bi Mansur
Al-Hallaj,…..,
0 comments:
Post a Comment