A.
Al-Qur’an
1.
Pengertian Al-Qur’an
Dalam agama samawi sumber ajarannya mutlak dari Tuhan
yang bersifat otonom dan tidak mungkin adanya campur tangan manusia. Adanya
campur tangan manusia di dalam penetapan serta pencetusan sumber ajaran berarti
menghilangkan kemurnian ajaran itu sendiri, keberadaannya pun patut
dipertanyakan.
Al-Qur’an secara harfiah berarti bacaan (QS. 75:17-18)
memang Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca, difahami direnungkan kemudian di
amalkan. Pengertian Al-Quran menurut istilah
-
Firman Allah SWT yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai mu’jizat untuk manusia dan disuruh untuk
mempelajarinya.
-
Penjelasan Al-Qur’an sebagai
firman Allah berarti seluruh isinya mutlak dari “Kalam” Allah sebagai sifat-Nya
yang absolud. Juz Al-Qur’an tidak bisa dimasuki unsur “Kalam” manusia yang
relatif maka itu keberadaannya tetap terjaga.
-
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Saw secara lafaz (lisan), maka serta gaya bahasa (Uslub)nya yang dimaktub dalam
mushaf (Kumpulan buku yang dinukil darinya secar mutawatir
Definisi di atas mengandung beberapa kekhususan sebagai berikut:
- Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah tidak ada satu kata pun yang datangnya dari perkataan atau pikiran Nabi
- Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya artinya isi mauun redaksi Al-Qur’an datang dari Allah sendiri.
- Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf artinya Al-Qur’an tidak menckup wahyu Allah kepad Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang kemudian disampaikan dalam bahasa Nabi sendiri.
- Al-Qur’an dinukil secara mutawatir artinya Al-Qur’an disampaikan orang lain secara terus menerus oleh kelompok orang lain yang tidak mungkin berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
Al-Qur’an diturunkan secar bertahap/ berangsur-angsur
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, terdiri dari 30 juz 114 surat dan 6236 ayat.
Metode penurunan Al-Qur’an semacam ini mengandung nilai-nilai ilmiah serta
terdapat berbagai hikmah. Misalnya segi keaktualan ketetapan, keluasan,
fleksibel, tuntunan sosial dan lain-lain.
Periode mekah yang disebut ayat-ayat makiyah yaitu
ayat-ayat makiyah pada umumnya mengandung nuansa sastra yang kental, karena itu
ayat-ayatnya pendek-pendek Ayat Makiyah sebanyak 4726 ayat yang tercakup dalam
89 surat.
Periode Madinah yang disebut dengan ayat Madaniyah yaitu ayat-ayat
Madaniyah menerangkan aspek syari’ah, baik menyangkut peraturan tentang ibadah
muamalat dan akhlaq.
2.
Nama Al-Qur’an
- Bahasa Al-Qur’an yang meliputi gaya pengungkapannya, kelembutan dalam jalinan huruf dan kata-kata ayat-ayat yang indah untuk dibaca. Adanya keserasian bahasa Al-Qur’an dengan akal dan perasaan manusia. (Lihat QS. Fusilat 41)
- Aspek sejarah (cerita) misalnya, Rosul Allah, Ashabul Kahfi, Mariyam dan lain sebagainya
- Aspek Isyarat tentang ilmu pengetahuan misalnya. Biologi, fisika, farmasi, astronomi, geografi dan proses turunnya hujan.
- Kebenaran nabi Muhammad SAW yang umum.
Sedangkan komitmen terhadap Al-Qur’an adalah mengimani
Al-Qur’an, mengamalkan Al-Qur’an mempelajari Al-Qur’an dan menda’wakan
AL-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah dengan bahasa arab.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama mengandung
pokok-pokok ajaran sebagai berikut:
- Pokok-pokok keyakinan atau keimanan terhadap Allah, malaikat, Kitab-kitab. Rasul-rasul hari akhir dan Qada’ Qadar (yang membicarakan Ilmu Teologi/ Ilmu kalam)
- Prinsip-prinsip syari’ah (hukum) yaitu garis-garis besar aturan tentang hubungan dengan Allah, antar manusia dan hubungan manusia dengan alam
- Pokok-pokok aturan tingkah laku atau nilai dasar etika tingkah laku.
- Ilmu pengetahuan seperti ilmu ketuhanan, dan agama, hal-hal yang manusia masyarkat dan yang berhubungan dengan alam
- Sejarah seperti kisah-kisah Nabi terdahulu. Masyarakt dan bangsa terdahulu dan lain-lain.
- Informasi tentang alam gaib, seperti adanya Jin, Kiamat, Surga dan Neraka.
3.
Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Islam adalah konsepsi hidup yang lengkap tidak hanya
suatu agama yang menentukan perhubungan antara manusia. Oleh karena itu sikap
Islam terhadap Ilmu pengetahuan adlah positif, dimana islam menghargai akal.
Akal berfungsi untuk mengungkap segala sesuatu yang misteri di dalam alam
semesta ini serta apa yang terdapat di dalam Al-Qur’an seperti firman Allah dan
surat Al-Imron
ayat 190-191.
Al-Qur’an harus dibedakan antara tafsirul Qur’an
dengan I’jazul Qur’an. Tafsir adalah keterangan tentang kata-kata dan kalimat
dalam Al-Qur’an serta kandungan maknanya. Secara singkat dapat kita lihat
penghargaan Qur’an terhdap manusia.
a.
Manusia diangkat sebagai
khalifatullah dan dibedakan dari makhluk Allah yang lain karena ilmunya.
Al-Qur’an sebagaimana Adam diberi ilmu pengetahuan tentang konsep seluruhnya
(Al-Asma Kullha) dan malaikat dsuruh sujud kepadanya (QS. 2:31-33)
b.
Karena hakekat manusia tidak
terpisah dan kemampuannya untuk mengembangkan ilmu pengatahuan. Maka ilmu yang
disertai iman adalah ukuran derajat manusia. Manusia yang ideal dalam AL-Qur’an
ialah yang mencapai ketinggian iman dan ilmu (QS. 58:11)
c.
Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah
(QS.11:14) dan hanya dapat direnungkan maknanya oleh orang-orang yang berilmu
(QS.29:43) Al-Qur’an hhanya jelas bagi orang-orang yang berilmu (QS.29:49).
d.
Al-Qur’an memberikan isyarat bahwa
yang berhak memimpin umat adalah yang memiliki Ilmu pengetahuan thalut dipilih sebagai
raja Israil karena kelebihan pengetahuan (QS.2251) Begitu juga Sulaiman
(QS.21:79)
Sumber-sumber Ilmu pengetahuan
Al-Qur’an menunjuk empat unsur untuk memperoleh ilmu pengetahuan
- Al-Qur’an dan Sunnah keduanya merupakan sumber pertama ilmu Al-Qur’an berkali-kali mengingatkan kita untuk memikirkan ayat-ayat-Nya.
- Alam semesta adalah sumber kedua Ilamu Al-Qur’an menyuruh kita memikirkan keajaiban ciptaaan Allah.
4.
Al-Qur’an dan Ulul Albab
Menurut Al-Qur’an Ulul Alba adalah kelompok orang/
atau manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT.
Ulul Albab dan kosnep barat mengenai intelektual:
Sebelum berbicara lebih lanjut tentang Ulul Albab,
Ilmuan adlaah orang yang mendalami ilmunya kemudian dikembangkan ilmunya, baik dengan
pengamatan maupun dengan analisisnya sendiri.
Untuk pengertian ini AL-Qur’an sebenarnya mempunyai
istilah khsuus: Ulul Albab. Al-Qur’an terjemahan Depag RI Mengartikan Ulul
Albab sebagai orang-orang yang berakal, orang-orang yang mempunyai pikiran:
terjemahan inggrisnya Men of Understanding, Men of wisdom.
Al-Qur’an mengajarkan kita dua hal.
-
Tafakur adalah merenungkan ciptaan
langit dan Bumi. Kemudian menangkap hukum-hukum yang terdapat dalam semesta.
-
Tasyakur adalah memanfaatkan
nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan akal pikiran. Sehingga kenikmatan
itu makin bertambah. Dalam istilah modern tasyakur disebut tehnologi.
B.
Assunah
1.
Pengertian As-Sunnah
Ditinjau dari segi bahasa sunah berarti cara, jalan,
kebiasaan. Arti sunnah yang populer adalah “Attariqoh al-mu’tadah hasanah
kenatan sayyiah”, suatu cara yang berlaku, baik cara itu bersifat terpuji
maupun tercela. Makna sunnah dari segi etimologi adlaah identik dengan hadist,
yaitu informasi yang disandarkan kepada asulullah Saw. berupa ucapan,
(perbuatan atau keizinan, ketentuan nabi).
Untuk membedakan antara kedua wahyu tersebut dapat dianalisa sebagai
berikut:
a.
Al-Qur’an secara legal dari Allah.
Baik teks maupun isinya, sedangkan As-Sunnah teks dari rasul dan isinya dari
Allah SWT.
b.
Al-Qur’an merupakan mu’jijat, isi
maupun teknya, diperintahkan untuk dibaca (sunnah), sedangkan As-sunnah
bukanlah mu’jizat dan tidak disunnahkan untuk dibaca sebagaimana AL-Qur’an.
2.
Macam-macam Hadist, As-Sunnah
- Dilihat dari segi bentuk
-
Qauliyah hadits yang berbentuk
perbuatan Nabi
-
Fi’iliyah: hadist yang berupa
perbuatan sahabat yang disaksikan atau didengarkan oleh Nabi dan Nabi tidak
menegur atau menyalahkan.
- Dilihat dari jumlah segi orang yang menyampaikan/ meriwayatkan.
-
Mutawatir: hadist yang
diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya, yang karena
banyak menurut akal, tidak mungkin bersepakat untuk dusta.
-
Masyhur Hadits yang perawi lapis
pertamanya beberapa orang sahabat atau lapis keduanya beberapa orang tabi’in,
susudah itu sersebar
- Dilihat dari segi kwalitasnya
-
Shahih Hadist yang
bersambung-sambung sanad. Diriwayatkan oleh orang banyak yang adil dan kuat
ingatan, tidak terdapat padanya keganjilan dan cacat (ilahi)
-
Hasan: Hadist yang memenuhi
persyarakat hadist shoheh kecuali segi hafalan (ingatan) perawinya kurang baik
-
Dha’if Hadist tidak didapat
padanya syarat shohel dan tidak didapat padanya syarat Hasan misalnya
perawi-perawinya bukan orang yang dipandang adil, terkenal sering berdista.
Cacat dan lain-lain.
- Dilihat dari segi diterima atau tidaknya:
-
Makbul: Hadist yang diterima dan
dapat dijadikan hujjah/alasan
-
Mardud: hadits yang ditolak dan tidak
boleh dijadikan alasan
- Dilihat dari segi siapa yang berperan
-
Marfu’: hadits yang benar-benar
merupakan perbuatan, sabda atau taqrir Nabi
-
Matquf: jika hadist itu merupakan
perbuatan ataukata-kata sahabat dan Nabi tidak menyaksikan atau mendengarkanya.
3.
Fungsi Hadist/ Keudukan Hadist
- Sebagai Penguat Al-Qur’an
Sunnah/ Hadist berfungsi sebagai penguat pesan-pesan
atau peraturan-pelaturan yang tersurat dalam ayat-ayat Al-Qur’an misalnya
AL-Qur’an menyebutkan sesuatu kewajiban dan larangan. Lalu asul dalam sunnahnya
menguatkan kewajiban dan larangan tersebut dalam menguatkan pesan-pesan
Al-Qur’an, As-Sunnah berperan antara lain:
-
Menegaskan kedudukan hukum,
seperti penyebutan hukum wajib, fardu
-
Menerangkan posisi kewajiban atau
larangan dalam syari’at Allah
- Sebagai Penjelas Al-Qur’an
As-Sunnah memberikan penjelasan terhadap maksud
ayat-ayat Al-Qur’an antara lain:
-
Menjelaskan makna-makna yang rumit
dari ayat-ayat Al-Qur’an,
-
Mengingat makna-makna yang
bersifat lepas dari ayat-ayat qur’an.
-
Mengkhususkan ketetapan-ketetapan
yang disebut Al-Qur’an secara umum.
-
Menjelaskan ruang lingkup masalah
yang terkandung dalam nash-nash AL-Qur’an msialnya firman Allah.
C.
Ijtihad
1.
Pengertian Ijtihad
Ijtihad adalah suatu usaha penalaran atau aktifitas
berfikri yang dilakukan secara optimal untuk mencari dan menemukan/ menetapkan
hukum dari dalil-dalil yang ada di dalam Qur’an dan As-Sunnah. Prof. Dr. Mukti
Ali: Ijtihad adalah berusaha sekeras-kerasnya untuk membentuk penilaian yang
bebas tentang suatu masalah hukum. Ijtihad adalah pekerjaan akal dalam memahami
masalah dan menilainya berdasarkan isyarat-isyarat Al-Qur’an dan sunnah
kemudian menetapkan kesimpulan mengenai hukum tersebut.
2.
Metode Ijtihad
a.
Qiyas (analog) yaitu menerapkan
hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki kesamaan.
b.
Istihsan yaitu menetapkan hukum
suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti prinsip
keadilan dan kasih sayang.
c.
Masalihul Mursalah yaitu menetakan
hukum berdasarkan tinjauan kegunaan atau kemamfaatannya sesuai dengan tujuan
syari’ah.
3.
Syarat-Syarat Ijtihad
- Baliq, berakal dan mempunyai kecerdasan yang cukup
- Mempunyai pengetahuan tentang dalil-dalil akal, cara menyusun natijah dan alasannya
- Mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai bahasa arab, baik ilmu tata bahasa seperti Nahwu, syarat maupun ilmu balaghah: Bayan, Ma’ani, dan Badi’ sehingga sangup memahami lafaz-lafaz yang sungkar.
- Mengetahui semua ayat dan hadist hukum walaupun tidak hafal
- Mempunyai pengetahuan yang dalam dan luas menenai ilmu ushul fiqih. Dsb.
4.
Lapangan Ijtihad
Yang dimaksud dengan lapangan ijtihad adlaah hal-hal
dapat ditetapkan hukumnya denganjalan ijtihad.
0 comments:
Post a Comment