Saturday 31 January 2015

Makalah Politik Dalam Pandangan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang

Indonesia adalah negara demokrasi yang mengedepankan prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebagai negara yang memprioritaskan kekuasaan di tangan rakyat, Indonesia memiliki banyak wadah untuk menampung aspirasi rakyat dalam memajukan negara. Salah satu contohnya adalah partai politik. Partai politik adalah suatu wadah yang menampung sekumpulan orang yang seasas sehaluan dalam melaksanakan tujuan politik.
Banyaknya partai politik yang berkembang dewasa ini diwarnai oleh beberapa landasan, salah satunya agama. Keberadaan partai politik bernuansa agama ini sangat mempengaruhi tatanan politik di Indonesia dan melahirkan pemimpin-pemimpin tangguh yang membangun spiritualitas dalam pemerintahan. Salah satu contoh partai politik berbasis Islam adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Politik dalam pandangan Islam didefinisikan sebagai ilmu pemerintahan atau ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara. Pengertian dan konsep politik dalam Islam sangat berbeda dengan pengertian dan konsep yang digunakan oleh orang-orang yang bukan Islam.
Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syariat Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan serta bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam dalam satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menyetujui dan melaksanakan undang undang.

Keberadaan partai politik Islam di Indonesia yang semakin marak memicu banyak kekhawatiran dan melahirkan satu pertanyaan besar, apakah partai-partai politik ini benar-benar berjuang demi Islam dan bisa dikatakan sebagai partai politik ideologis Islam yang beranggotakan orang Islam dan memilih serta menentukan pemikiran Islam secara jelas dan rinci hingga mampu mewujudkan Islam sebagai sebuah sistem hidup yang akan direalisasikan di tengah-tengah masyarakat atau partai-partai politik ini hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri dengan mengatasnamakan kelompok/partai.
Oleh karena itu, sebelum membahas seluk-beluk politik Islam, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana pandangan Islam mengenai politik yang berbasis Islam. Selanjutnya, perlu dikaji pula apakah partai politik Islam tetap mengedepankan syariat Islam dalam melaksanakan fungsi politik.

2.    Rumusan Masalah
2.1    Bagaimanakah politik dalam kacamata Islam?
2.2    Dalam melaksanakan fungsi politik, apakah partai politik Islam tetap mengedepankan syariat Islam?

 
BAB II
PEMBAHASAN


1.        Politik dan partai politik dalam kacamata Islam
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik memiliki tiga pengertian : 1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dsb; 2) segala urusan dan tindakan seperti kebijaksanaaan, siasat, dsb mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain; 3)tipu muslihat, kelicikan akal seperti daya upaya. Menurut Islam, politik adalah pengaturan urusan/kepentingan rakyat di dalam dan di luar negeri dengan berdasar pada syariat Islam.
Esensi politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan urusan-urusan rakyat yang berdasarkan hukum-hukum Islam. Secara tepat, hubungan antara politik dan Islam digambarkan oleh Imam al-Ghazali dengan pernyataan: “Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap”. Hal ini berbeda dengan pandangan Barat yang mengartikan politik sebatas pengaturan kekuasaan, bahkan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dari politik. Akibatnya yang terjadi hanyalah kekacauan dan perebutan kekuasaan, bukan untuk mengurusi rakyat. Fenomena ini bisa kita lihat dari pendapat ahli politik Barat, yaitu Loewenstein yang menyatakan “politic is nicht anderes als der kamps um die Macht” (politik tidak lain merupakan perjuangan kekuasaan).
Islam adalah agama yang mengatur kehidupan manusia secara keseluruhan dalam segala aspek, termasuk tentang negara dan politik. Politik (siyasah) adalah pemeliharaan urusan umat (ri’ayatu syuunil ummah), di dalam dan luar negeri. Pelaksana praktisnya adalah daulah (negara), sedangkan umat melakukan muhasabah (kritik, saran, dan nasihat) kepada daulah (khalifah). Politik dalam negeri dilaksanakan negara untuk memelihara urusan umat dengan melaksanakan mabda (aqidah dan peraturan-peraturan) Islam di dalam negeri. Dalam menggeluti politik dalam negeri, kaum muslimin wajib memperhatikan pelaksanaan pemerintahan dan meluruskannya apabila terjadi penyimpangan Adapun politik luar negeri dilakukan daulah untuk memelihara urusan umat di luar negeri dengan menjalin hubungan internasional dan menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Dalam melaksanakan aktivitas politik, penguasa mendapat pengawasan dari seluruh rakyat, baik sebagai individu maupun kelompok atau partai. Peran dan posisi bagian masyarakat dalam Islam telah ditentukan dengan rinci dan tegas termasuk dalam hal keberadaan partai politik.
Menilik pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa partai politik Islam merupakan partai yang melaksanakan berbagai tugas yang dibebankan Islam kepada mereka. Tugas tersebut adalah tugas amar ma’ruf nahi munkar dan mengoreksi/meluruskan tingkah laku pemerintah dan aparatnya. Dengan kata lain, pengertian partai politik dalam konteks kehidupan Islam adalah sekumpulan orang yang membentuk suatu kelompok atau jamaah (partai) yang berdiri atas dasar ideologi Islam dengan aktivitas dakwah kepada al khoir (Islam) dan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Keberadaan dan peran partai politik itu sendiri beserta tugasnya bertolak dari seruan Allah SWT:
“(Dan) Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam) menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung (yang akan masuk surga).” (QS. Ali Imran:104).
Syekh An-Nabhaniy dalam kitab Muqaddimmah Dustur memberikan penjelasan tentang ayat di atas bahwa Allah SWT sungguh telah memerintahkan kaum muslimin untuk membentuk kelompok/jamaah/partai yang melakukan tugas untuk mengemban dakwah kepada al khair (Al-Islam) serta melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.
            Dalam hal amar ma’ruf nahi munkar, kita harus memahami bahwa perintah ini bersifat umum, yaitu ditujukan kepada semua golongan manusia. Hanya saja, beramar ma’ruf nahi munkar kepada para penguasa merupakan amar ma’ruf nahi munkar yang sangat utama dibanding yang lain. Pemerintah, selain merupakan pelaksana praktis kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri juga sangat berperan dalam menentukan segala hal yang berlaku dalam masyarakat. Karenanya, aktivitas amar ma’ruf nahi munkar dan mengoreksi (muhasabah) penguasa merupakan aktivitas amar ma’ruf yang lebih utama. Selain itu, karena aktivitas pemerintah adalah aktivitas politik, maka jamaah/partai yang akan menasehati dan mengoreksi pemerintah haruslah memahami dan senantiasa bergelut dengan aktivitas politik. Di sinilah posisi dan peran pokok sebuah partai politik Islam.

Asas asas sistem politik Islam
Asas asas sistem politik Islam meliputi:
A. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah dan tidak dimiliki siapa pun selain Allah.
Firman Allah:
"Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya." (Al Furqan: 2)
"Bagi-Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hukum) dan kepada-Nya kamu dikembalikan."  (A1 Qasas: 70)
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah."  (A1 An'am: 57)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian berikut:
a.         Allah adalah pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat Ilahiyyah-Nya Yang Maha Esa
b.        Hak untuk menghakimi dan mengadili tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali Allah. Oleh karena itu, manusia wajib taat dan beribadah kepada-Nya
c.         Hanya Allah sajalah yang berhak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satunya Pencipta
d.        Hanya Allah yang memiliki hak mengeluarkan peraturan sebab Dialah satu-satunya Pemilik
e.         Hukum Allah adalah sesuatu yang benar sebab hanya Dia saja Yang Mengetahui hakikat segala sesuatu, dan hanya di tangan-Nyalah penentuan hidayah dan jalan yang selamat dan lurus.
f.         Teras utama sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah dalam segi rububiyyah dan uluhiyyah-Nya.

B. Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan-jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan Allah untuk diri mereka dan umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum Allah dan syariat-syariat-Nya kepada manusia. Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad SAW adalah satu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah di dalam perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul menyampaikan, menafsir dan menerjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan mereka.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah SAW. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah Rasulullah SAW dan tidak mengambil hakim selain Rasulullah SAW dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.
Allah berfirman:
"Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggalkanlah."  (Al Hasyr: 7)
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (An Nisa': 64)
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali." (An Nisa: 115)
"Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An Nisa': 65)
C. Khalifah
Khalifah berarti perwakilan. Pengertian ini mendefinisikan bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi adalah sebagai wakil Allah. Hal ini juga dimaksudkan bahwa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan oleh Allah, manusia harus melaksanakan undang undang Allah dalam batas-batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, manusia bukanlah penguasa atau pemilik, melainkan hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi... " (Al Baqarah: 30)
"Kemudian Kami jadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat."(Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Oleh karena itu, khalifah sebagai asas ketiga dalam sistem politik Islam menuntut agar tugas tersebut dipegang oleh orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
-Mereka harus terdiri dari orang-orang yang benar-benar menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggung jawab yang terangkum dalam pengertian khilafah
  -Mereka tidak terdiri dari orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan-Nya  
-Mereka harus terdiri dari orang-orang yang berilmu, berakal sehat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fisikal
-Mereka harus terdiri dari orang-orang yang amanah sehingga tanggung jawab dapat dipikulkan kepada mereka dengan aman dan tanpa keraguan

Konsep Dasar Politik Islam

Konsep Dasar dalam Politik Islam meliputi:

a.       Imâmah (kepemimpinan).
Pengangkatan pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep politik Islam yang pokok. Para ulama mengatakan bahwa QS. An-Nisa ayat 58 di atas diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan (waliyy al-amri) agar mereka menyampaikan amanat kepada ahlinya. Ayat berikutnya :
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil amri dari golonganmu! Kemudian jika engkau berselisih dalam masalah sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika engkau benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir! Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.
Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam hal pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil amri itu tidak berlaku apabila mereka memerintahkan rakyatnya berbuat maksiat kepada Allah SWT. Oleh karena itu, “tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khâliq).”
b.     Syûrâ (konsultasi) atau musyawarah. Allah berfirman dalam al-Quran:
Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya. (Ali Imran: 159).
Konsep ini menuntun sebuah proses pengambilan keputusan atau kebijakan dari seorang pemimpin dalam menjalankan pemerintahannya.  Asas musyawarah yang paling utama berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang-orang yang akan mendapat tugas dalam pemerintahannya. Asas musyawarah kedua berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan UU yang telah dimaktubkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun asas musyawarah yang ketiga berkenaan dengan jalan-jalan menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di kalangan umat. Syûrâ menjadi ruh yang sangat penting bagi partisipasi umat dalam penentuan kebijakan.
c.     Adalah (keadilan). Allah berfirman dalam al-Quran:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” [Al-Nahl: 90].
Keadilan dan kesetimbangan dalam menentukan kebijakan merupakan prinsip yang dikedepankan dalam politik Islam. Sistem Islam mengedepankan keadilan dalam inti ajarannya. Dalam pelaksanaannya, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan menguasai segala jenis perhubungan yang berlaku di dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan antara rakyat dan pemerintah, antara dua pihak yang bersengketa di pengadilan maupun antara pasangan suami istri atau orang tua dan anak. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai sosial utama karena dapat mengukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
d.    Kebebasan
Kebebasan yang dimaksud dalam sistem politik Islam adalah kebebasan yang berlandaskan kebaikan.
e.       Persamaan atau musawah
Persamaan yang dimaksud terdiri dari persamaan dalam mendapat dan menuntut hak-hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut porsi masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang, dan persamaan berada di bawah naungan undang-undang.
f.         Hak menghisab pihak pemerintah dan mendapat penjelasan tindakan
Prinsip ini didasarkan pada kewajiban pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal yang berkaitan dengan urusan negara dan umat. Prinsip ini termaktub dalam firman Allah:
“… maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Sad: 26)


Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) Islam

Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) Islam diantaranya:
a.        kedaulatan, yakni kekuasaan itu merupakan amanah.  Kedaulatan yang mutlak dan legal adalah milik Allah. Al-Maududi dalam bukunya It’s Meaning and Message (1976: 147-148) menegaskan,”Kepercayaan terhadap keesaan (tauhid) dan kedaulatan Allah adalah landasan dari sistem  sosial dan moral yang dibawa oleh Rasul Allah. Kepercayaan itulah yang merupakan satu-satunya titik awal dari filsafat politik dalam Islam.” Kedaulatan ini terletak di dalam kehendak-Nya seperti yang dapat dipahami dari syari’ah. Syari’ah sebagai sumber dan kedaulatan yang aktual dan konstitusi ideal, tidak boleh dilanggar. Sedang masyarakat Muslim, yang diwakili oleh konsensus rakyat (ijma’ al-ummah), memiliki kedaulatan dan hak untuk mengatur diri sendiri.
b.        syura dan ijma’. Mengambil keputusan dalam semua urusan kemasyarakatan dilakukan melalui konsensus dan konsultasi dengan semua pihak. Kepemimpinan negara dan pemerintahan harus ditegakkan  berdasarkan persetujuan rakyat melalui pemilihan secara adil, jujur, dan amanah. Sebuah pemerintahan atau sebuah otoritas yang ditegakkan dengan cara-cara non-syari’ah tidak dapat ditolerir dan tidak dapat memaksa kepatuhan rakyat
c.         semua warga negara dijamin  hak-hak pokok tertentu. Menurut Subhi Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga negara yang perlu dilindungi diantaranya jaminan terhadap keamanan pribadi, harga diri  dan harta benda, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara adil tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi
d.        hak-hak negara. Semua warga negara, meskipun yang oposan atau yang bertentangan pendapat dengan pemerintah sekalipun harus tunduk  kepada otoritas negara yaitu kepada hukum-hukum dan peraturan negara.
e.         hak-hak khusus dan batasan-batasan bagi warga negara yang non-Muslim—memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena negara ketika itu adalah negara ideologis, maka tokoh-tokoh pengambil keputusan yang memiliki posisi kepemimpinan dan otoritas (ulu al-amr) harus sanggup menjunjung tinggi syari’ah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip  dan kerangka  kerja konstitusional pemerintahan seperti ini, terungkap dalam Konstitusi Madinah atau “Piagam Madinah” pada era kepemimpinan Rasulullah di Madinah, yang mengayomi masyarakat yang plural.
f.         ikhtilaf  dan konsensus yang menentukan. Perbedaan pendapat diselesaikan berdasarkan keputusan dari suara mayoritas yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat. Prinsip mengambil keputusan menurut suara mayoritas ini sangat penting untuk mencapai tujuan bersama.
            Menuru pendapat lain, prinsip-prinsip negara dalam Islam meliputi juga :  1) prinsip tauhid (kekuasaan/jabatan pemerintahan itu sebagai amanah); 2) prinsip keadilan; 3) prinsip kedaulatan rakyat; 4) prinsip musyawarah; 5) prinsip kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) ; 6) prinsip kebebasan rakyat; 7) prinsip persatuan; 8) prinsip persaudaraan; 9) prinsip gotong-royong dalam ridha Ilahi; 10) prinsip kepatuhan rakyat; 11) prinsip perdamaian; 12) prinsip kesejahteraan; 13) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

Tujuan Politik Menurut Islam
Tujuan sistem politik dan pemerintahan Islam sebagaimana yang telah digariskan para fuqaha adalah:
a.       memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulama Islam
b.      melaksanakan proses pengadilan di kalangan rakyat dan menyelesaikan masalah di kalangan orang-orang yang berselisih
c.       menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan damai dan tentram
d.      melaksanakan hukuman-hukuman yang ditetapkan syara’ demi melindungi hak –hak manusia
e.       melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam
f.       menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan untuk menghadapi kemungkinan serangan dari luar
g.      mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat dan sedekah sebagaimana yang ditentukan oleh syara’
h.      mengatur anggaran belanja perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
i.        mengangkat pegawai-pegawai yang cakap dan jujur dalam mengawal kekayaan negara
j.        menjalankan pergaulan dan pemeriksaan yang rapi dalam segala hal demi memimpin dan melindungi negara  

2.        Partai politik Islam mengedepankan syariat Islam dalam melaksanakan fungsi politik

            Suatu partai politik berbasis Islam baru benar-benar disebut sebagai partai politik Islam apabila mengedepankan syariat Islam. Keberadaan partai politik yang bekerja untuk Islam wajib memenuhi syarat berikut:
1. Partai itu harus dari beranggotakan kaum muslimin saja
2.Partai Islam haruslah menjadikan aqidah Islam sebagai dasar keberadaannya dan menjadikan syariat Islam sebagai tolak ukur dari hukum yang dijadikan pegangannya.
3. Partai itu beraktivitas mengajak kepada kebaikan. Dalam tafsir Jalalain “mengajak kepada al khoir” berarti mengajak kepada dinul Islam.
4. Partai ini harus beraktivitas menyeru kepada yang ma’ruf (melaksanakan syariat) dan mencegah kemungkaran (mencegah pelanggaran terhadap syariat). Bahkan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar ini merupakan bagian terpenting dari keberadaan partai politik tersebut dalam masyarakat Islam, yaitu mengawasi para penguasa (‘muhasabah lil Hukam’) serta memberikan nasehat apabila dalam aktivitas pemerintahannya terdapat penyimpangan dan penyelewengan terhadap syariat Islam, misalnya bersikap dzalim, fasik dan lain-lain. Semua ini merupakan kegiatan politik dan bagian yang amat penting serta menjadi ciri utama dari kegiatan partai-partai politik dalam Islam. seperti beranggotakan orang Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar keberadaannya. Kehadiran partai politik ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi umat Islam dalam menyuarakan aspirasi dan berperilaku politik sesuai dengan syariat Islam yang berlaku.



BAB III
PENUTUP

1.    Kesimpulan
  1. Politik menurut Islam merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan syariat Allah. Asas-asas politik Islam meliputi Hakimiyyah Ilahiyyah yang berarti hukum tertinggi hanyalah hak mutlak Allah, Risalah yang berarti mengikuti jejak Nabi dan Khalifah yang berarti manusia sebagai wakil Allah. Sedangkan konsep dasar dalam politik Islam meliputi imamah (kepemimpinan), syura (konsultasi) atau musyawarah, ‘adalah atau keadilan, kebebasan, persamaan atau musawah, dan hak untuk menghisab pihak pemerintah dan mendapat penjelasan atas tindakannya. Adapun prinsip-prinsip dasar politik (siyasah) Islam meliputi kedaulatan, syura dan ijma’, semua warga negara dijamin  hak-hak pokok tertentu, hak-hak negara, hak-hak khusus dan batasan-batasan bagi warga negara yang non-Muslim, dan ikhtilaf  dan konsensus yang menentukan. Sistem politik Islam secara keseluruhan bertujuan untuk mensejahterakan umat Islam pada khususnya dalam segala aspek kehidupan.
  2. Sebagai wujud keterlibatan umat Islam dalam sistem politik di Indonesia, maka bermunculanlah berbagai partai politik Islam yang secara konseptual dan praktek dijalankan menurut syariat agama. Partai ini baru benar-benar disebut sebagai partai politik Islam apabila memenuhi beberapa syarat yang ditentukan, seperti beranggotakan orang Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar keberadaannya. Kehadiran partai politik ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi umat Islam dalam menyuarakan aspirasi dan berperilaku politik sesuai dengan syariat Islam yang berlaku.


2.    Saran
a.       Untuk partai politik Islam, hendaknya tetap menjalankan fungsinya sebagai partai politik dan memegang teguh akidah dan syariat Islam dengan mengedepankan pemahaman terhadap politik Islam secara mendalam
b.      Untuk masyarakat, hendaknya berperan aktif dalam mernciptakan suasana politik yang kondusif dan demokratis



DAFTAR PUSTAKA

1.    Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

0 comments:

Post a Comment