Cengkerama
Ceria Cinta
nyatanya lelaba bisa memangsa yang lebih
besar dari dirinya,
makanya apatah yang kan dimangsa Layla
Nan Maha Rupawan lagi Mulia?
Nyatanya wajah molek Farah putih memerah
tanpa cela seluruhnya,
makanya bagaimana pulalah Wajah Sang Jamilah nan bersinar terang di malam ceria[1]
adakah Wamiz nan tak merindukan Azhra,
adakah Romea yang tak merindukan Julia ?
makanya bagaimana pulakah Rindu Sang Maha
Cinta, “kuntu kanzan makhfiyyan”, bisik mesra-Nya?
Di cangkir ada anggur, bening mencermin
hidung-dan-nafas - ku si penggila, lucu
dan ria tampaknya
makanya bagaimana pulakah Kepayang Sang Maha
Asmara, yang bernama Waduudah, tatkala berCinta?
Bagaimana seekor
laba-laba dapat menjaring mangsa yang lebih besar dari dirinya? Maka dapatkah
pula seorang manusia menjaring Sang Maha Cantik lagi Rupawan dengan jejaring
Cinta-nya? Maka apakah pula yang kan dimangsa oleh Ia Yang Maha Rupawan lagi
Mulia?
Jika seekor
laba-laba menjaring mangsa yang lebih besar dari dirinya dengan serat-serabut
jala-jala jaringnya? Maka bagaimana seorang faqr
kusta menjaring Ratu Farah yang molek? Katakan pada Sang Ratu, duhai Ratu
jangan tatapi kustaku, tak pula kurus tubuhku, tapi tatapilah bola mataku yang
tenggelam di dalamnya Samudera Kecantikan-Mu. Di balik kesayuan tatapanku,
tataplah Keindahan-Mu sendiri yang demikian menawan, juga merah pipimu dan tahi
lalat-Mu.
Bagaimana mungkin
menjaring Wujud Muthlaq yang Maha
Sempurna dalam Keagungan dan Kecantikan-Nya, dengan jaring-jaring apa-pun?
Seorang Raja yang melewati dusun-dusun miskin, melihat pengemis bermangkok
kosong, diberinya uang. Tatkala ia melihat seorang pengemis kurus tergeletak
papa, didatanginya, disapanya, dan diberinya kasih sayang. Tatkala ia melihat
seorang pengemis sekarat, diangkatnya pengemis tersebut untuk diobatinya.
Karena dia adalah Raja yang agung lagi pengasih.
Maka tatkala Wujud Muthlaq dijaring dengan
kemiskinan, dikaruniakan-Nya rizki. Manakala Ia dijaring dengan ratapan mohon
ampun, dikaruniakan-Nya ampunan. Tatkala Ia dijaring dengan kepapaan,
dikaruniakan-Nya kecukupan. Maka orang bijak memilih diam , ‘uzlah, hingga mencapai ketiadaan. Tak ingin ia menjaring Tuhan
dengan jaring apa pun. Sungguh segala
karunia Wujud Muthlaq akan mengalir pada hamba-hamba yang telah mencapai pulau
ketiadaan. Kullu syai’in haalikun illa
wajhahu.[2]
Segala sesuatu akan sirna kecuali
Wajah-Nya. Kullu man ‘alaihaa faan, wa yabqaa wajhu robbika dzu al-jalaali wa
al-ikram. [3]Semua yang ada di bumi itu akan binasa, dan
tetap kekal Wajah TuhanMu Yang Memiliki
Kebesaran dan Kemuliaan. Wa ammaa man
khoofa maqaama robbihi wa naha an-nafsa ‘ani al-hawa, fa inna al-jannata hiya
al-ma’wa.[4]
Dan adapun orang-orang yang takut pada Kebesaran Tuhannya dan menahan diri
dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya).
Bukankah Amir
al-mu`minin Imam ‘Ali (‘a.s.) telah berdoa; wahai
Tiang bagi yang tak bertiang, wahai Penopang bagi yang tak berpenopang, wahai
Simpanan bagi yang tak bersimpanan, wahai Pelindung bagi yang tak berpelindung,
wahai Gua bagi yang tak bergua, wahak Perbendaharaan bagi yang tak berpendaharaan, wahai Pilar
bagi yang tak berpilar, wahai Penolong bagi yang tak berpenolong, wahai
Tetangga bagi yang tak bertetangga, wahai Tetangga dekatku, wahai Pilar
kokohku, wahai Tuhanku dengan Tahqiq….[5]Yaa,
Tuhan dalam Lautan Puja Mu, jadikan aku PemujaMu, yang MemujiMu dengan diriMu
dan kehendakMu dan qudrah maupun ‘iradahMu, dan jadikan aku Puja Puji Mu pada
diriMu, duhai Kekasih Pujaan hati ! Demi Kemuliaan Muhammad dan
Keluarganya Yang Suci
. wa allohu a’lam bi ash-showab
0 comments:
Post a Comment