Thursday, 22 January 2015

Cengkerama Cinta (VI)



Cengkerama Ceria Cinta 
Orang Cinta tak kenal sajadah tak pula mihrab,
berkelana di bintang-bintang yang tinggi saja perjalanannya

menyelam ke dasar samudera kolam renang air matanya,
di situ didapatinya bintang bintang berkelipan

seperti kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu,
bintang-bintang pun berkelipan di dasar samudera

Orang Cinta mana kenal gurita mana pula hiu,
samuderanya di penuhi ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera Mempunyai Mutiara


Dan melayanglah buaian Cinta Nan Sahdu hingga cahya binta-bintang nan tinggi terlampaui. Orang cinta tak dibatasi sejadah dan tak pula mihrab, ia telah terlepas dari sangkar formalisme syari’at, dan terbang melayang dengan sayap-sayap harapannya menuju langit Hakikat yang teramat biru.


Al-Ittihad al-‘aaqil wa al-ma’qul, kesatuan ( bukan persatuan) antara pemikir dan apa yang difikirkannya. [1]Dalam kitab Nafasu Ar-Rohmaan, dikutip sebuah hadist qudsi; Ana ‘inda zhonnii ‘abdi bii, Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu atasKu. Tuhan, yakni Sang Maha Realitas, adalah sesuai dengan apa yang ada dalam batin hambaNya. Pentingnya zhonn  kepada -Nya ini mungkin yang dirintihkan oleh Kekasih para Mukminin, Ashdaqu-shiddiqqiin Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) dalam doa Kumail Ibn Ziyadnya; Haihaata maa dzaalika zhonnu bika [2]Jauh Engkau dari itu semua, bukanlah itu zhonn (persangkaan) atasMu.


Manakala Majnun senantiasa berfikir tentang Layla, maka Majnun menjadi Layla. Hidungnya menjadi seperti hidung Layla. Matanya menjadi keindahan dan kecantikan Layla itu sendiri. Maka, orang Cinta yang mabuk dalam bayang-bayang Keindahan Sang Maha Ayu, akan menjadi manifestasi Keindahan Sang Maha Ayu. Senyumnya demikian lembut seperti Sarah, hingga bayi-bayi pun akan menyukainya. Elusnya demikian romantis penuh getaran, hingga istri-istrinya pun akan merindukannya. Pembicaraannya demikian mendalam bergelora bak samudera hingga akan membangkitkan semangat-semangat pengorbanan yang terdalam. Gerak tubuhnya demikian harmoni dengan semesta hingga seolah awan pun menaunginya, tanah pun merindukan pijakannya, kemerisik daun-daun pohon jatuh mengiringinya seperti orkestra Moonlight Sonata yang demikian lembut atau Air on G String dari Bach. Desah nafasnya bak lagu Farsi, dar hawayat, mii parayam, mii parayam ruuze-syab (dalam hawaMu, aku terbang, aku terbang, di suatu malam).

Majnun demikian kumal tubuhnya,namun anehnya tiap debunya memancarkan wangi-wangian yang aneh. Tak diperoleh dengan parfum Perancis maupun Isfahan, tak dengan zat-zat kimia maupun zat-zat alami. Kesturi pun tak mampu menandinginya apa lagi misik maupun kenari. Hanya peCinta sajalah yang tahu itu adalah aroma darah hati dan air mata pengGila Cinta. Aroma debu-debu kulit Majnun adalah  wangi tubuh Layla sendiri, dan tidak lain. Demikian cintanya In Tay kepada San Pek, hingga arak-arakan pengantin In Tay terseret badai dan In Tay tersedot oleh kuburan San Pek sang kekasihnya dan akhirnya terkubur pula bersamanya. [3]
Kau dan aku, satu
Aku jauh, Engkau jauh
Aku dekat, Engkau dekat
Engkau mati, Aku pun mati

Sungguh Sang Maha Kekasih (Al-Waduudu) membius dan menenung segala zarrah yang maujud dengan ketakjuban atas Jelita-Nya Sendiri sesuai dengan Hadits Qudsi; kuntu kanzan makhfiyyan(Aku adalah perbendaharaan Yang Tersembunyi). Dia-lah Sang Maha Perawan nan senantiasa perawan, yang JelitaNya berpendaran pada segala namun tak tersentuh oleh segala.

Sifat-sifat Jalaliyyah-Nya seperti Yang Maha Keras SiksaNya, Yang Maha Menyesatkan tak mempunyai akar wujudiyyah. Hanyalah ciptaan fikiran saja. Sebagaimana yang dirintihkan oleh Baginda ‘Ali (‘a.s.), kekasih para mukminin, dalam doa Kumail Ibn Ziyad-nya; Haihaata anta akromu min ‘an tudhoyyi’a man robbaitah  [4]Jauh Engkau dari itu, Engkau Terlalu Mulia untuk mencampakkan orang yang engkau ayomi.

Menyelam ke dasar samudera kolam renang air matanya, yakni orang Cinta sering mengalami cobaan atau pun derita yang teramat dalam, namun malahan , di situ didapatinya bintang bintang (harapan) berkelipan Sungguh Orang Cinta memandang sakit sebagai  nikmat, pahit sebagai obat, tamparan sebagai kecupan, cobaan sebagai janji mesra, kehilangan di dunia sebagai janji kencan, tetakan pedang musuh dalam bara pertempuran sebagai Kecupan Hangat Bibir Merah Kekasih, mati syahid sebagai Arak-Arakan Pengantin bersama Kekasih,  penjara dunia sebagai Kebebasan Untuk Berkencan dengan Kekasih, sebagaimana dikisahkan Keluarga Rasul (s.a.a.w.) dalam hal Syahidnya Imam Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib  (‘a.s.) cucu Rasulullah (s.a.a.w.) di padang Karbala,  yakni agar Imam Husein(‘a.s.) mencapai Kedudukan Yang Amat Tinggi di sisi Kekasih AbadiNya, Sang Maha Ayu, yang tak mungkin dicapai kecuali dengan kesyahidan Beliau di Padang Karbala.

Seperti kejap-kejap kejora mata Sang Maha Ayu, bintang-bintang pun berkelipan di dasar samudera .Maka orang Cinta dipenuhi dengan Juta-juta bunga harapan dan persangkaan baik(husnu azh-zhonn)  kepada KekasihNya Yang Abadi, tak lain adalah kepada Hakikat Semua Realitas yang dihadapinya. Seluruh samudera maknanya, seluruh Realitas yang dirasakannya, sampai ke palung rahasia terdalamnya adalah wewangian kesturi Asmara yang tiada terungkap  uraian apa pun, ucapan apa pun maupun ungkapan apapun. Husnu azh-zhonn - nya berkelipan terus menyinari samudera kehidupannya dengan Harapan wa jannatin ‘ardhuha as-samaawaatu wa al-ardhu, u’iddat lil-muttaqiin,[5][6] dan(kepada) surga yang (luasnya) seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. 

Ke mana kucari, got selokan berbau parfum nan semerbak harum
Ke mana kucari, tulang-tulang teri yang senikmat coto Bugis
Ke mana kucari, airmata  Ya`kub taklain Yusuf purnama senyum
Dalam hati orang Cinta, di mana lembut Asmaranya memancar magis !   


Orang Cinta mana kenal hiu mana kenal gurita, samudera makna orang Cinta tak takut  maupun was-was dengan kenyataan apa pun yang dihadapinya. Karena hakikat seluruh alam jasad adalah ruh, dan ruh ada di alam makna, maka semuanya ada di alam makna, dan sungguh hanya Dia-lah Kekasih Nan Maha Ayu yang adalah ahadiyyu al-ma’na.[7]  Hiu-hiu yang bertaring menjadi jinak karena Makna Sejatinya, gurita-gurita berbelalai yang menyebarkan kegelapan menjadi menerangi karena Makna Hakikinya, tak lain adalah Dia Gadis Sang Pembawa Cermin Yang Senantiasa Bersolek dengan Bedak JelitaNya sendiri dan Gincu AyuNya sendiri dan Berdandan dengan baju KeMahaMolekanNya sendiri. Tidak dikatakan olehnya taring menjadi indah bak bibir merah, namun apa pun adalah Bibir Merah dan titik.  Tidak dikatakan gurita menjadi domba-domba jinak nan menyenangkan atau merpati yang manja, namun apa pun adalah Sang Maha Manja. Karena Dia-lah Semua Makna, KeTunggalan semua makna yang tak terperikan apa pun melainkan Indah-Nya Sendiri.

Samuderanya dipenuhi oleh ikan mas, ikan perak dan ikan mutiara, Tak Semua Samudera Memiliki Mutiara.  Makna Realitas dalam ruh Orang Cinta maupun dalam imaji-imajinya adalah Keindahan gelinjang-gelinjang ikan-ikan yang berwarna-warni dan bersalam-salaman dengan gelembungnya. Seperti akuarium raksasa yang menyimban ribuan lumba-lumba bermata mutiara berkilauan, dan dapat berbicara dengan bahasa-bahasa diamnya maupun kerlingnya.

 O, kasih, kauinginkan mutiara dan berlian, dan mengitari bazaar-bazaar ramai,
dan di situ apa yang kau temukan?

Sungguh mutiara-mutiara dan berlian di bazaar,
tak pernah luput dari iri, tamak dan loba.

 Mutiara sejati? Adalah dalam samudera hatimu. Di dasarnya,
walau terapung jelas dan meliputi seluruh samudera
.
Janganlah mencari singa garang di taman safari,
 karena di sana mereka enggan berlari,

 tapi carilah harimau ganas di hutan rimba amazon,
kerna di sana mereka garang sendiri
.
Sungguh tak semua samudera memiliki mutiara,
namun hati orang Cinta senantiasa berkilauan

bak mata peri Cantik yang menenung,
 ribuan perjaka hingga tercenung.

Hati dipenuhi imaji-imaji indah tentangNya. Ataukah imaji-imaji IndahNya ini yang telah menjadi hati itu sendiri ? Maka Ruh yang terus menerus mabuk dalam ingatan atas Wajah Cantik-Nya telah menjadi JelitaNya. Jiwa yang penuh harap atas AmpunanNya, menjadi harapan AmpunanNya. Dan menjadi AmpunanNya itu sendiri.

Mungkin inilah yang dimaksud oleh Syaikh Al-Akbar dengan “Tuhan “dicipta” dalam hati”, atau yang disebut dalam sebuah riwayat bahwa Tuhan tak dapat ditampung langit dan bumi namun ia dapat ditampung oleh hati mukmin. Tuhan, yakni dalam maqom ZatNya Yang Maha Kudus, tak pernah terperikan oleh apa pun. Tapi Tuhan, yakni dalam maqom sebagai Tuhan Sekalian Alam (robb al-‘aalamiin) akan sesuai dengan apa-apa yang dibayangkan oleh marbub (baca; insan yang dituhaninya) kepadaNya.

Sungguh Tuhan adalah al-jam’u baina al-naqdayn , kumpulan dari sifat-sifat yang bertentangan. Dia-lah Al-qoriibu (Yang Maha Dekat), Dia pula-lah Al-ba’iidu(Yang Maha Jauh), maka dikatakan orang yang sedang berdoa mesti yakin bahwa Allah adalah Yang Maha Dekat, hingga Allah akan benar-benar menjadi Yang Maha Dekat dan akan mengabulkan doa-doanya. Wa idzaa sa`alaka ‘ibaadii ‘annii, fa innii qoriib, ujiibu ad-da’wata ad-daa’I idzaa da’aan. Dan ketika hambaku bertanya kepadamu tentang aku, maka sesungguhnya Aku dekat, ku kabulkan doa orang yang berdoa ketika mereka berdoa.

Seorang jahil mengatakan; kami tak membutuhkan syafa’at siapa pun, karena kami ingin diadili seadil-adilnya oleh Tuhan. Kami tidak ingin seperti anak kecil. Seorang dewasa harus bertanggung-jawab akan semua perbuatannya. Na’uudzubillaahi min dzaalik.  Padahal para Nabi dan para Wali, tak ada satu pun yang berani berdoa Yaa Allah adililah kami seadil-adilnya, malahan mereka berdoa Yaa Allah Ampunilah dosa-dosa kami seluruhnya. Atau, Yaa Allah tutupilah semua kesalahanku. Atau, Yaa Allah tak kuharapkan apa pun kecuali karuniaMu. Betapa sombong orang yang mengharapkan diadili seadil-adilnya oleh Allah. Mereka benar-benar akan diadili oleh Allah sebagaimana keinginan mereka sendiri.

Innallooha yaghfirudz-dzunuuba jamii’a [8]Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya. Dan bukankah junjungan kita YM Imam’Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) merintihkan; am kaifa askunu fi an-naari wa rojaa `I ‘afwuka Mungkinkah ku - tinggal di neraka padahal harapanku adalah ampunan Mu. [9]  Di sini seolah disiratkan bahwa sekiranya masih ada harapan atas ampunan Nya, maka tak mungkin seseorang akan disiksa olehNya.

Duhai Yang Harapan KepadaNya adalah satu Pintaan
dan Pintaan KepadaNya tak pernah Ia Kecewakan

Duhai Yang Jeritan Sakit KepadaNya adalah satu Permohonan
dan Permohonan KepadaNya tak pernah Ia Patahkan

Duhai Yang kefaqiran hambaNya kepadaNya adalah satu Kemestian
dan  tak pernah Ia jumpai kefaqiran melainkan Ia Cukupkan

Duhai Yang kepapaan dan kesalahan  hambaNya adalah Keniscayaan
dan tak pernah Ia jumpa dengan dosa hambaNya melainkan Ia Sembunyikan


Bukankah salah satu akibat dosa yang terberat adalah putus harapan? Imam ‘Ali bin Abi Thalib YM menyebutkan dalam doa Kumail Ibn Ziyad, Allohummaghfiliya adz-dzunuuba allatii taqtho’u ar-roja` Allohummaghfirliya adz-dzunuuba allatii tunzilu al-bala`.[10] Yaa Allah ampunilah diriku dari dosa-dosa yang memutuskan harapan. Yaa Allah ampunilah diriku dari dosa-dosa yang menurunkan bala`.Mungkin dapat diibaratkan dari doa tersebut bahwa putus harapan adalah  sebab bencana. Ditinjau dari sudut pandang lain dapat dikatakan putus harapan-lah hakikat al-bala`  atau bencana. Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin As-Sajjad (‘a.s.) berdoa;  laa arjuu illa fadhlahu… , tak kuharapkan apa pun kecuali karuniaNya. [11] Kembali Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) berseru kepada Allah, fa bi’izzatika istajib li du’aa`ii, waballighni munaaya, wa laa taqtho’ min fadhlika rojaa`ii.[12]Demi KebesaranMu, perkenankan doaku, sampaikan diriku pada cita-citaku, jangan putuskan harapanku akan KaruniaMu

Maka, semoga hati sejahil-jahil makhluk dan hamba paling durhaka ini masih diisi penuh oleh sangka baik pada Sang Maha Jelita. Semoga relung-relungnya yang teramat kotor masih digeletarkan oleh Wahai hamba-hambaKu yang berlebihan atas dirinya janganlah berputus asa akan Rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya. Semoga ruh hamba yang nista ini meninggalkan raga ini dengan senyuman tangis harapan akan CintaNya, AmpunanNya dan Bahari RahmatNya, juga cangkir al-haudh Mushtofa dan keluarganya yang disucikan. (s.’a. w.w.).

seluruhnya kehidupan ini bak Rusa-Rusa bermata mutiara,
moga hatiku masih terbuka untuk menatap kejapan mata nya nan bak kejora

seluruhnya kehidupan ini bak padang perburuan rumput maupun sahara,
moga dadaku masih bergairah dan birahi nyalang untuk memanah ataupun terpanah Asmara

seluruhnya kehitupan ini bak Peri-Peri berwajah Cantik Membara,
moga rasaku masih bergelora dan membara untuk memeluk Wajah Molek Sang Dara

seluruhnya kehidupan ini bak arak-arakan nan Gembira,
moga ceriaku masih b erkembangan bak bunga tulip untuk teriakkan yel-yel, Asmara ku slalu dibuai Asmara

wa allohu a’lam bi ash-showwab


[1] Sebuah proposisi dasar filsafat Mulla Shadra, yang mengatakan bahwa antara pemikir dan yang difikirkannya pada hakikatnya adalah identik.
[2] Doa Kumayl Ibn Ziyad.
[3] Dari kisah cinta legendaris di Cina, San Pek In Tay.
[4] Doa Kumayl Ibn Ziyad.
[5] QS Ali ‘Imran 133
[6] Doa Kumayl Ibn Ziyad.
[7] Menurut sebuah riwayat dari al-ma’shuumiin (‘a.s.)  Allah adalah ahadiyyu al-ma’na.
[8] QS 49;53
[9] Doa Kumayl Ibn Ziyad.
[10] Doa Kumayl Ibn Ziyad.
[11] Doa Hari Ahad Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin(‘a.s.),
[12] Doa Kumayl Ibn Ziyad.

0 comments:

Post a Comment