Cengkerama
Ceria Cinta
selama
bayang-bayang Farah nan Cantik bersama kami, kehidupan ini seluruhnya menjadi
arak-arakan yang gembira
selama arak
kawan-kawan bersatu, demi Tuhan, cahaya memancar di tengah rumah
selama hati-hati
bersejuk riaan, sebuah duri lebih baik dari seribu kurma
selama tidur di
puncak jalan kekasih, bantal dan selimut kami adalah bintang tsuraya[1]
Bayang-bayang
(al-zhill) adalah perumpamaan yang
tepat untuk semua alam maujud. Pelangi multi-warna terkandung dalam selarik
putih cahaya mentari. Manis semua gincu terdapat dalam bibir merah itu sendiri.
Lembut menebar warna bulu-bulu merak sungguh adalah gelora Keindahan Sang Maha
Merak itu Sendiri. Sungguh Dia-lah, satu-satunya Cahaya Langit dan Bumi.[2]
Bagi
Majnun terpenting baginya bukanlah ciuman Layla, atau senyuman Layla, tapi hati
Layla dan bukan yang lain. Muwahhid sejati
tak menginginkan apa pun kecuali Ia Sendiri. Maka tiada lah tampak segala
sesuatu di alam mayapada ini kecuali seperti bayang-bayang. Tiupan sepoi angin[3]
adalah bayang-bayang Lembut Sentuhan-Nya. Sejuk-sejuk yang menerpa hati adalah
bayang-bayang Sumber Mata Air Kecemerlangan-Nya. Cahaya mentari mungkin adalah
bayang-bayang Cahaya-Nya. Arwah-arwah tak lain hanyalah tiupan Ruh-Nya. Kecantikan
maha dahsyat Gadis Farah dari Libanon ataupun Sophia dari Italia hanyalah
bayang alis lentik-Nya. Dunia adalah
lautan perumpamaan, dan sungguh hanya Dia-lah yang diumpamakan.
Hanyasanya
jika sebuah peribahasa mengumpamakan yang tampak dengan kata-kata, maka seluruh alam maujud mengumpamakan Yang Real
dengan segala selain-Nya yang tak lain hanya Khayal semata. Oh malangnya
nasibku.
Selama bayang-bayang Farah nan cantik
bersama kami, yakni selama pecinta menatap alam
maujud ini seluruhnya sebagai bayang - bayang Dia Yang Maha Cantik, kehidupan ini seluruhnya menjadi arak-arakan
yang gembira, pecinta akan mabok dalam Samudera Kesemarakan KeCantikan
Ilahi.
Hati
para pecinta yang bersatu bak suryakanta yang memfokuskan cahaya mentari, atau
laser koheren yang menembus baja-baja. Kucinta Farah, kata ia. Kucinta Farah,
kata aku. Kucinta Farah, kata kamu. Kucinta ia, kata mereka. Kucinta ….., kata
kita semua. Aku ……., kata kita semua. Kita semua Satu Adanya. Kita semua Satu.
Maka cengkerama para pecinta adalah seperti gadis cantik yang sedang memolesi
dirinya dengan bedak dan gincu, kemudian mematut-matut dirinya didepan cermin.
Hati para pecinta adalah cermin Segala Keindahan Kekasih. Debu-debu hati di
sini malahan berfungsi sebagai bedak. Sedang bercak-bercak kehitamannya, bak
tahi lalat Layla. Wahai Satu-Satunya Zat
Yang Maujud, Tutupilah seluruh keburukan[4]
hatiku hingga nampak Indah bak Tahi Lalat Farah. Wangikanlah seluruh kebusukan
hatiku hingga bak aroma melati ataupun minyak kesturi Wangi Nabi-Mu.
wa
allohu a’lam bi ash-showab
[1] Rumi, saduran
dari terjemahan Abdul Hadi W.M. (Pustaka), hal. 93.
[2] QS 24;35 : Allohu nuuru as-samaawaati wa al-ardh
[3] Yaa
mursilar-riyaah, seru Imam ‘Ali (‘a.s.) dalam doa Al-Masylul.
[4] Karena Allah juga
diseru dengan Yaa sattaara al-‘uyuub ,
Wahai Yang Menutupi Aib-Aib (Doa Ash-Shobah Imam ‘Ali (‘a.s.)
0 comments:
Post a Comment