Cengkerama
Ceria Cinta
Sekalipun penuh
derita wajah tetap berseri-seri; tertawa bagi orang Cinta adalah adat dan kebiasaan
Hidup ia
tertawa mati pun ia tertawa seakan, karena gantinya adalah rahmat yang
menyenangkan
Diam,
penglihatan salah muncul karena terlalu sering bersoal-jawab[1]
Hati
para Kekasih Tuhan remuk tatkala mencoba menatap Wajah Sang Maha Asmara.
Ingatkah akan kisah Musa (‘a.s.) tatkala memohon penglihatan atas-Nya? Tuhan
adalah Keberadaan Mutlak, yang tak terliputi apa-pun bahkan tak terbatasi
apa-pun, dan karena itu tak punya lawan dalam segala Sifat Hakiki-Nya. Dan
karena itu, Ia tiada akan tercapai penglihatan apa pun[2],
Ia tiada akan tersentuh pendengaran apa pun dan Ia tiada akan tersentuh
pembatasan apa pun, pula Ia tiada akan tersentuh apa pun kecuali diri-Nya
sendiri. Yaa Quduusu, Yaa Allahu, Yaa
Huwa.
Tabir
terbesar penutup Wajah Tuhan adalah “keberadaan yang jamak”. Dan di antara
“keberadaan yang jamak”, yang amat akrab dan intim adalah “keberadaan diri
sendiri”. Karena tak mungkin Tuhan dilihat kecuali oleh diri-Nya sendiri,
karena yang ada hanyalah Ia Sendiri. Wahai Yang Menunjukkan atas Zat-Nya dengan
Zat-Nya. Yaa man dalla ‘ala dzaatihi
bidzaatihi. KeTunggalan Wujud-Nya Yang Hakiki adalah Ana (Aku) yang tak perlu terungkapkan dalam bahasa apa pun. Ana (Aku) dalam kemahaheningan bak gelap dasar palung
samudera raya. Diam ! Demikian kata
Maulana Rumi, semoga Allah senantiasa memuliakan ruh-nya. Penglihatan salah, tak lain kesesatan, muncul karena terlalu sering bersoal-jawab, yang tak lain adalah
salah satu keterbelitan dalam samudera kejamakan.
Keberadaan
jamak, yang sering disebut dengan mumkin
al - wujud , tidak real. Dimitri
yang gemuk, dimitri yang kaya, dimitri yang miskin, dimitri yang ini yang itu,
saya dimitri dan lain-lain hanyalah buih-buih pembatasan percik air bahari,
bukanlah Hakikat Bahari. Cinta (‘isyq)
merupakan satu sifat essensial Zat, Yang Selalu Menarik Zat untuk menatapi
Diri-Nya Sendiri Yang Maha Tersembunyi, Kuntu
kanzan makhfiyyan.
Bagi
orang-orang Cinta, menatap Wajah Tuhan adalah kenikmatan yang tak terhingga,
sekaligus hakikat dari semua kenikmatan. Apa-apa yang tampak dari wujud, itulah yang disebut sifat-sifat
Keindahan (atau Jamaliyyah) Tuhan. Sekilasan aroma tahi lalat Layla Sang
Bidadari Malam memberikan pusaran kesejukan mahanikmat bagi para peCinta. Kugenggam sekeritingan rambut-Nya, saat
bermain, karena tanpa itu kegilaan ini tak menghasilkan apa pun. [3] Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri,
kepada Tuhan-Nya mereka menatap.[4]
0 comments:
Post a Comment