Thursday, 22 January 2015

Cengkerama Cinta I



Cengkerama Ceria Cinta  
Orang Cinta tak kenal merana tak pula papa,
kencan dan berpacaran saja urusannya

bermunajat dengan kepala terbalik dan bibir di toilet,
 mata penuh tangis tangis darah perawan

kepala senantiasa berada di kubangan pun di selokan pula,
 bibirnya dipenuhi dengan bekas kecupan

Orang Cinta mana kenal derita mana pula lara,
sungguh Wajah Kekasih dan Bibirnya Yang Mendayu Merah dalam hatinya telah bersemayam

Bulan madu di atas pelangi, badan terasa mengawang-awang, dan bersama Ia, Sang Maha Jelita (al-jamiil) peCinta asyik ma`syuk. Allahu Akbar. Maha Besar Engkau Duhai Kekasih dalam KejelitaanMu, KeanggunanMu, KelembutanMu, KeSayanganMu. Sungguh sejadah ini adalah peraduanMu, dan  tubuh jasmani- “ku” nan amat rapuh dan keropos ini adalah kendaraan bulan maduMu di mana keJelitaanMu memukauku dalam kemahafaqiran dan kemahadho`ifan ‘kesegalaanku” di alam yang penuh tarabir ini. Sungguh dengan Fatihah, sorot indah cahaya KejelitaanMu Yang Tak terperikan berpendaran, Pujilah diriMu dengan Puja PujiMu dan jadikan aku sepercikan zarrah PujiMu atas JelitaMu, sungguh tak perlu Kau, duhai Laylaku atas semua puji, karena diriMu, jelitaMu, molekMu, indah tahi-lalatMu adalah SeIndah-Indah Puji dan Sesempurna-sempurna Puja. Qulhu  yang selalu mengantar ke awang-awang tinggi, Kau-lah Sang Maha Dia, KejelitaanMu  Tak Terperikan oleh apa-pun melainkan Larik-Larik KemahajelitaanMu sendiri.

Bestari tak kan ungkap luas bahari dengan sungai, maupun danau
Mentari tak kan singkap terangnya sendiri dengan lilin, maupun kunang
tak kuasa ucap apapun, tangan pun di iris, para gadis karena Yusuf berandai, mereka terpukau
tak hendak ungkap apa pun, hati bergeletar bak belibis, JelitaMu adalah JelitaMu, Wamiz berdendang

Kehidupan ini bagi peCinta hanyalah kencan dan berpacaran. Ditemani seorang Gadis Gemulai Yang MahaJelita, desahannya membuat hati berbunga-bunga. Ia senentiasa Diam seribu bahasa, amat sedikit bicaranya, membuat Pandang MataNya semakin menenung. Ia senantiasa Dekat dan duduk di sisiku, membuat purnama tampak tak terlalu terang, dan aku semakin suka suasana remang. Duhai Jelitaku, Kau lah satu-satunya keceriaan yang berlimpah, tak kuasa aku menatap WajahMu yang Maha Jelita ke segala arah, juga BibirMu Yang Demikian Indah Memerah, tak kuasa aku mendengar Cengkerama DiamMu yang membuat jiwaku melayang dalam alam misteri yang demikian dalam.

Bermunajat dengan kepala terbalik, sujud ,  dengan bibir di toilet, lisan pun hati pun percaya diri pun terlebur dalam lautan kefaqiran yang teramat asin. Ketakpunyaan apa pun di depan Kekasih. Tak membawa emas, tak juga mutiara, tak juga perak. Tak membawa amal, tak pula iman, tak juga ihsan. Tak membawa ketulusan, tak juga keikhlasan juga niat.Semua apa yang kuucapkan padaMu duhai Kekasih, adalah keluar dari bibir yang busuk dan lisan yang durhaka pula hati yang mahaegois. Tiada ketulusan apa pun dari aku si durjana ini, karena itu kubenturkan kepalaku yang penuh dengan makar dan senantiasa liar ini ke tanah, oh alangkah baiknya bila kulenyap saat ini, daripada menanggung malu di depan Kekasih.

Bedak dan gincu adalah topeng  , bagi Laila Sang Maha Ranum
puji dan puja - ku pada Mu, bak toilet yang hendak mewangikan parfum

Mata penuh tangis darah perawan, penglihatan senantiasa melihat Yang Terpuji dalam bentuk-bentuk yang selalu membaharu, bal hum fii labsin min kholqin jadiidin. [1]Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.  Nan Jelita namun senantiasa perawan, Nan Terang Ceria namun senantiasa bertabir awan, bila sekejapan mataMu jua telah membuat  setetes menjadi bahari, maka bagaimana pula-lah putih pipiMu kan meletupkan lahar Gunung Asmara, juga keriting rambutMu, juga kerlingMu? Duhai Sang Maha Perawan, Yang Suci dan tak tersentuh apapun, Munfarid - Sendiri dalam KeSendirianMu Yang Mutlak, IndahMu Nan Suci membuat semua bergolak bak darah perjaka, dan hanya Kau-lah Layla Yang Dirindukan.

Kepala senantiasa berada di kubangan pun di selokan pula,  bibirnya dipenuhi dengan bekas kecupan. FirmanNya; a lam yajidka yatiiman fa aawaa, wa wajadaka dhoollan fahaadaa, wa wajadaka ‘aa`ilan fa aghnaa. [2]Bukankah Ia mendapati engkau dalam keadaan yatim lalu Ia melindungimu, Bukankah Ia mendapatimu sebagai seorang yang bingung(sesat), lalu Ia memberimu petunjuk. Dan Ia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Ia memberikan kecukupan. Sungguh Engkaulah Sang Maha Sarah Nan Jelita namun tak jijik kusta hamba, Yang Wangi pun tak menjauh bahkan mengelus aroma tak sedap hamba, Yang Maha Suci namun bahkan mengasihi jiwa lacur hamba, Yang Senantiasa Memberi Kelembutan tanpa membutuhkan balasan apa pun. Imam ‘Ali(‘a.s.) merintihkan; Yaa man arqodanii fii mihaadi umnihi wa amaanih, wa aiqodhonii ilaa maa manahani bihi min minanihi wa ihsaanih, wa kaffa akuffas-suu`I ‘anniii biyadihii wa sulthoonih[3] Duhai Yang meletakkan ku pada kemudahan dalam buaian keamanan dan perlindunganNya, dan Yang telah membangunkan aku pada karunia dan kebaikan Nya yang telah diberikan kepadaku, dan yang melindungi aku dari carak-cakar kejahatan dengan tanganNya dan kekuatanNya.

Manakala bayangan Kekasih Yang Jelita telah mengisi pandangan, maka orang Cinta merintih Indahnya KeJelitaanMu tak terperi oleh pandanganku, maka jadilah JelitaMu sebagai pandanganku, dan pandanglah JelitaMu dengan CantikMu sendiri, duhai Al-Jamiil. Dan dengarlah merdu suaramu dengan dendangMu sendiri, duhai Al-Jamiil. Dan pula kemericikan sungai rahmatMu rasakanlah dengan Sifat RahmanMu, Wahai Cahaya Yang Maha Kasih. Maka, hati atau hakikat atau ruh orang Cinta seluruhnya menjadi embel-embelNya semata. Orang cinta tak kenal derita tak pula nestapa, karena Seluruh Realitas (baginya maupun sebenarnya) hanyalah Keindahan Keriting RambutNya ataupun Merah GincuNya. Sungguh Wajah Kekasih dan BibirNya Yang Merah Mendayu dalam hatinya telah bersemayam. Telah kekal, wa yabqoo wajhu robbika dzu al-jalaali wa al-ikraam.[5] Dan kekallah Wajah TuhanMu yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Imam Khomeini bersya`ir; dengan sekilasan pandang dariNya, mungkin setetes akan menjadi Bahari.[6] Imam ‘Ali (‘a.s.) merintih; Yaa man tawahhada bi al-‘izzi wa al-baqa, wa qoharo ‘ibaadahu bi al-mauti wa al-fanaa`i. [7]Wahai Nan Esa dalam KeMuliaan dan Kekekalan, dan menaklukkan hamba-hambaNya dengan maut dan kefanaan

Semua adalah Wujud
dan Wujud itu Sempurna
Semua adalah Sempurna
Realitas kemarin, esok maupun lusa, adalah Wujud, dan Sempurna

Cinta mengantar jiwa menuju altar,
disitulah jiwa menjadi kepompong dan Sang Maha Jiwa tersingkap
Wujud adalah hakikat segala maupun belukar,
Jelitanya adalah Esanya dalam segala nan tak terungkap.

Engkau Sendirian, Bertahta Sendirian, Bersemayam Sendirian, Bercengkerama Diam Sendirian, Dalam Samudera KeagunganMu, Wahai Tuhan Khidir dan Musa, Wahai Tuhan Muhammad dan ‘Ali, Wahai Tuhan Imam-Imam Yang Maksum, dan Wahai Tuhan Sekalian Alam.

Wa allohu a’lam bi ash-showab


[1] QS Qaaf; 15
[2] QS Adh Dhuhaa; 6,7,8.
[3] Dua Ash-Shobah dari Imam ‘Ali (‘a.s.).
[5] QS Ar-Rahman; 27.
[7] Dua Ash-Shobah.dari Imam ‘Ali (‘a.s.).

0 comments:

Post a Comment