Thursday, 22 January 2015

Cengkerama Cinta



Cengkerama Ceria Cinta
Orang Cinta tak kenal duka ta pula nestapa,
Tawa dan canda ria saja kesehariannya

bermajlis dengan wajahseyum dan tawa-tawa ringan
kasih dan silaturahim saja keberadaanya

mengaduk air es manis yang segar sembari bergurau
minum-minum ari bersama menjadi bak Anggur

Orang Cinta tak kenal jahat tak pula sengsara,
di dalam majlis Wajah Ratu Yang Cantik saja lah yang menyala

Maka apakah sumber dari semua nestapa? Adalah fikiran, yang melayang-layang menimbulkan kehawatiran. Adalah awan-awan syak dan khayalan, yang berkata kenapa begini kepana begitu sedangkan mestinya begini dan begitu.

Sedang Orang yang dimabuk Cinta pada Tuhan-nya, tak punya khayalan apa pun selain keindahan Tuhan semata. Ia tak melihat apa pun yang telah dan akan terjadi melainkan atas izin Kekasih. yang telah me”wujud”-kan setiap sesuatu dengan Cintanya yang teramat nikmat. Mereka mengatakan sungguh cubitan perih Farah Yang Ayu adalah kenikmatan, dan tamparannya tak beda dengan elusan, juga tangis keluhnya tak beda pula dengan senyuman, dan kemarahannya kepadaku adalah cemburu, yakni tanda cintanya.

Ana ‘inda zhonnii ‘abdi. Aku (Allah) atas persangkaan hambku. Demikian sebuah Hadist Qudsi mengatakan. Maka Sang Penggila Cinta Ilahi, masuk kedalam Samudera Harapan yang indah-indah dari Kekasihnya, gelombang raja’ (harapan), bahari amal (angan-angan), palung-palung tamani’ (harapan yang teramat dalam bak angan-angan). Realitas di hadapannya adalah bak hujan RahmatNya dari langit seeprti lautan cahaya merah mud ayang tampak di mana-mana, dan tiada apa pun yang tak terliputinya.[1] Realitas dihadapannya adalah Wajah Kekasih Yang Maha Cantik, yang berpendaraan di mana-mana, yang mencahayai segala sesuatu.[2]

Apa-apa yang terwujud adalah Sifat-Sifat Jamaliyyah-Nya, Sifat-Sifat Keindahan-Nya, sedang apa-apa yang tidak kita ketahui, apa-apa yang tersembunyi, apa-apa yang termanifestasi adalah Sifat-Sifat Jalaliyyah-Nya. Sungguh Sifat Jalaliyyah-Nya tidaklah real, ia hanya muncul dari fikiran. Maka dikatakan rahmatMu mendahului murkaMu, ampunanMu mendahului siksaMu atau wahai Yang Maha Cepat Ridho-Nya.[3]

Demkianlah maka begi orang Cinta, tak kan menyentuhnya lagi khawatir tak pula kesedihan. [4] Wajah-wajah pada hari itu ceria, kepada Tuhan-Nya mereka melihat[5]

Ada ‘Muhammad ada ‘Ali (s.a.w.w.). Ada Musa ada Harun (‘a.s). Ada Ya’qub ada Yusuf (‘a.s). Ada ‘Ali ada Fatimah (‘a.s). Ada ‘Ali (‘a.s) ada Kumayl Ibn Ziyad  (r.’a). dan seterusnya. Innama al-mu’minuuna ikhwah. Sesungguhnya mukmin itu bersaudara.[6] Kasih-sayang (ar-rahiimu) di antara mereka adalah satu kemestian[7]  Dan merupakan salah satu manifestasi dari nama-Nya Ar-Rahiim. Karena Syamsuddin dari Tabriz mencitntai Sang Maha Sarah, demikian pula Jalaluddin dari Rum mencintai Sang Maha Sarah, maka Syamsuddin bersesuaian jiwanya dengan Jalaluddin, juga Jalaluddin pasti tanassub dengan Syamsuddin, maka jadilah Syamsuddin dari Tabriz Sahabat Sejati Jalaluddin Rumi sepanjnag hidupnya.
Bagi Zulaikha, Yusuf Sang Pangeran
Bagi “ali, Fatimah lah Snag Ratu
Bagi Rumi, Syamsuddin lah Sang Maharaja
Bagi Muhyiddin Ibn Aarabi, Fathiman Cordoba lah Sang Ayu

Kasih-sayang dalam persaudaraan para peCinta seperti larik-larik cahaya yang berpantulan, dan qalbu para peCinta seperti cermin. Dari mana Wajah Kekasih mulai terpatut? Dari Hati Yang Teragung, haqiqat Muhammad (s.a.w.w.). Kemudian bergradasi turun ke cermin-cermin hari para Imam, para Nabi, para Malaikat muqorrobin, dan para shiddiqiin, kemudian para syuhada dan para sholihiin. Berungtulah orang yang bertemu dengan ruh-ruh suci ini dalam mimpinya ataupun dalam sadarnya.

Seliuran cahaya terkadang menyialukan terkadang menyejikkan, semuanya adalah gambar-gambar Wajah Kekasih. Konon sampai di akhirat pun para peCinta hanyalah mencari gambar Wajah-Wajah Kekasih di pasar-pasar para bidadari. Maka, di dunia ini merak mencari Kesejukan dan Kecantikan-Nya melalui wasilah kasih-sayang sesama peCinta, yang tak lain adalah manifestasi dari Nama Kasih Khusus-Nya yakni Ar-rohiim

Adakah gincu yang tak luntur dengan kecupan
Adakah wajah ayu tak peyot dengan cermin cembung
Aakah wajah nan tetap ealau cermin-cermin berpecahan
Adakah wajah yang tetap putih walau cermin-cermin berdebu

Para peCinta menjawab, adalah Wajah-Nya yang kulihat dari “cermin” hati saudaraku di Fulan. Adalah Wajah-nYa yang kulihat dari “cermin” hai istetiku di Fulan. Adalah Wajah-Nya yang berpantulan di “cermin-cermin” hari berdebu para Saudara kami yang mulia. Maka betapa Indah dan sejuk hawa para peCinta. Bukankah Imam Khomeini telah bersya’ir,

kutaktemukan kejernihan dalam majlis para darawisy
dalam tempat menyediri, tak ku dengan sapaan memanggil-Nya

kutak baca buku-buku dari Sahabat di madrasah
di puncak menara, pun tak kulihat getar suara Yang Tercinta

ku tak singkap apa pun dalam lelembaran kitab
Dalam pelajaran Kitab Suci, ku tak dituntung kemanapun

kulewati usaiku di kuil, penuh dengan kesia-siaan
di antara sahabat, ku tak peroleh obat tak pula derita

pada lingkaran para pecinta ku kan pergi
dan di sana ada semilir sepir dari tanam pemilih hati, juga jejak-jeka

“Kami” dan “Aku” dari intelek adalah tali “ikal”
itiada lagi “Aku” dan “Kami” dalam tapa sepi pemabuk[8]

Di kamar Hana Akiko, “Bunga Anak Terang”, seorang geisha terekmukan di Kyoto, apa pun menjadi wangi dan memabukkan. Parfum-nya tak lain adalah keindahan dan kesempurnaan kecantikan Akiko, juga denting-denting shamishen yang dipetiknya. Seperti gelombang musim gugur, saat harapan-harapan berjatuhan. Atau seperti angin musim dingin, saat duka melanda. Atau seperti hangat musim semi, dan mekarnya Sakura-Sakura. Atau seperti panas lembab musim panas yang membakar dan terik, saat birahi menggelegak danpara lelaki pun kehausan. Demikian pula dalam majlis peCinta, apa pun akan memabukkan.karena semua bergerak dan berputar-putar mengitari Wujud Yang Maha Ayu. Karena di dalam majlis esensi-esensi dan nama-nama mulai berlenyapan. Tiada lagi “Kami”, tiada lagi “Aku”, yang ada hanyalah “Dia” Si Ayu Yang Senantiasa Bertabir. Maka teguklah segelas air es di sana, niscaya akan kau rasakan bak whisk dari ler, atau Heinekken dari Jerman.

Wa allhou a’lam bi ash-showab




[1] Allohumma inni as’aluka bi raohmatika al-latii wasi’at kulla syai’ Yaa Allah, aku bermohon dengan rahmatmu yang meliputi segala sesuatu (Doa Kumayl Ibn Ziyad, Imam Ali bin Abi Thalib (k.w))
[2] Wa bi nuuri wajhika al-ladzii adhoo ‘a lahu kullu syai’. Dan demi cahaya WajahMu yang menyinari segala sesuatu (Doa Kumayl Ibn Ziyad, Imam Ali bin Abi Thalib (k.w))
[3] Yaa sarii’ar-ridhoo. Wahai Yang  Cepat Ridho-Nya. (Doa Kumayl Ibn Ziyad, Imam Ali bin Abi Thalib (k.w))
[4] A laa inna auliyaa’ Allohi laa khoufun ‘alaihin wa laa hum yahzanuun. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah bagi mereka tidak ada ketakutan tidak pula mereka bersedih (QS Yunus; 62)
[5] Wajuuhuy-yauma ‘idzin naadhiroh, ilaa robbiha naazhiroh (QS Al-Qiyamah 22-23)
[6] QS Al-Hujuraat;10
[7] ruhamaa’u bainahum (QS Al-Fath 29)
[8] Diterjemahkandan disadur bersama oleh Sayyid Husain Shahab Palembangi dan Dimitri Mahayana, 1997, akan diterbikan segera.

0 comments:

Post a Comment