Tuesday, 3 February 2015

Pengertian Hukum

      Bagi mahasiswa yang baru belajar tentang hukum tentu sangat bermanfaat jika disodori definisi atau pengertian hukum sebelum mengetahui dan mempelajari filsafat hukum.
      MacIver menggambarkan masyarakat sebagai sarang laba-laba, karena di dalamnya terdapat berbagai kaidah yang mengatur hubungan antarindividu yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan.[1] Kaidah/norma sengaja diciptakan agar tidak terjadi benturan-benturan dalam masyarakat,
terutama anatara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan. Dengan adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda dan saling berlawanan, terciptalah 4 (empat) kaedah/norma, yaitu: kaedah kepercayaan (keagamaan), kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun (adat), dan kaedah hukum.[2] Dari ke-4 kaedah/norma tersebut hanya kaedah hukum-lah yang lebih melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang sudah dan belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tersebut, dengan alasan sebagai berikut:
a.       Dari segi tujuan, kaedah hukum ditujukan kepada pelaku yang konkrit, untuk ketertiban masyarakat, agar jangan sampai jatuh korban.
b.      Dari segi isi, kaedah hukum ditujukan kepada sikap lahir.
c.       Dari segi asal-usul, berasal dari kekuasaan luar yang memaksa.
d.      Dari segi sanksi, berasal dari masyarakat secara resmi.
e.       Dari segi daya kerja, membebani kewajiban dan memberikan hak.
      Dengan melihat gambaran mengenai kaedah hukum sebagaimana telah diuraikan tersebut, rasanya masih terlalu sulit untuk mendefinisikan hukum, karena memang tidak ada satu pun sarjana yang dapat membuat pengertian atau definisi hukum secara sempurna. Tentu saja, untuk mendefinisikan hukum bukanlah pekerjaan yang mudah dan ini terkait dengan perkembangan sejarah hukum dan aliran-aliran dalam filsafat hukum yang tentunya dapat mempengaruhi pengertian dari hukum.
      Sebagai contoh pertama, pada zaman Romawi, para pemikir hukum lebih banyak dituntut untuk memberikan sumbangan pemikiran ke arah pembentukan hukum yang dapat diberlakukan secara luas di semua wilayah Romawi.
      Kedua, pada Zaman Pertengahan, kekuasaan gereja sedemikian besar sehingga turut melakukan intervensi ke dalam masalah duniawi, termasuk mengatur pemerintahan, sehingga hukum yang dihasilkan pada waktu itu  bernafaskan keagamaan dengan mengaitkan inti pemikiran hukum dengan ajaran-ajaran gereja, misalnya saja Thomas Aquino, yang membagi hukum ke dalam 4 (empat) golongan, yaitu:[3] Lex Aeterna, Lex Divina, Lex Naturalis, dan Lex Positivis yang nantinya akan dikupas dalam bagian lain dari tulisan ini mengenai berbagai aliran dalam filsafat hukum.
      Ketiga, pada abad ke-19 hukum dipengaruhi oleh perkembangan dunia ekonomi yang dibarengi dengan kedudukan negara yang semakin kuat dan kukuh dalam hal melakukan kontrol dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendakinya, sehingga pada masa ini lahirlah aliran positivisme (analitis maupun murni) yang menekankan pentingnya kedudukan negara sebagai pembentuk hukum. Pada masa ini, pemikiran dari John Austin dan Hans Kelsen sangat berpengaruh pada dunia ilmu maupun teori hukum, baik pada masa tersebut maupun sesudahnya.
      Di samping itu, masih banyak pendapat dari pemikir-pemikir hukum lain, seperti Carl von Savigny dan Puchta, juga yang lainnya yang nantinya akan dibahas dalam madzab filsafat hukum.


      [1] Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, halaman 31.
      [2] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 5.

      [3] Lili Rasjidi, Op. Cit., halaman 29-30.

0 comments:

Post a Comment