Untuk mengupas pengertian filsafat hukum,
terlebih dahulu kita harus mengetahui di mana letak filsafat hukum dalam
filsafat. Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum terkait dengan tingkah
laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia agar tidak
terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum
adalah sub dari cabang filsafat manusia yang disebut dengan etika atau filsafat
tingkah laku. Jadi, tepat dikatakan bahwa filsafat manusia berkedudukan sebagai
genus, etika sebagai species dan filsafat hukum sebagai subspecies.[1]
Filsafat hukum sebagai sub dari cabang
filsafat manusia, yaitu etika mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain,
filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Rasionya,
filsafat hukum adalah hukum dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai
kepada inti atau dasarnya yang disebut hakikat.
Hakikat dari hukum dapat dijelaskan dengan jalan memberikan definisi dari
hukum. Definisi hukum sangat bervariasi tergantung dari sudut pandang para ahli
hukum melihatnya seperti yang dikemukakan oleh beberapa sarjana dalam uraian di
bawah ini.
J. van Kan mendefinisikan hukum sebagai
keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang
melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat ini senada
dengan pendapat Rudolf von Jhering yang menyatakan bahwa hukum adalah
keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. Sementara
itu Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana orang harus
berperilaku. Pendapat tersebut didukung oleh salah seorang ahli hukum Indonesia
Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan hukum adalah serangkaian peraturan
mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan
satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan
tata tertib dalam masyarakat. Definisi-definisi hukum tersebut menunjukkan
betapa luasnya hukum itu. Dengan mengetahui definisi hukum yang luas tersebut
kita dapat menguraikan definisi dari filsafat hukum.
Uraian tentang definisi filsafat hukum
dikemukakan oleh Rudolf Stammler yang menyatakan bahwa definisi filsafat hukum
adalah ilmu dan ajaran tentang hukum yang adil. Sementara itu, J.J. Von Schid
menyatakan filsafat hukum merupakan suatu perenungan metodis mengenai hakekat
dari hukum (Metodische bebezinning over
het wezen van he recht). Sedangkan D.H.M. Meuwissen berpendapat bahwa
filsafat hukum adalah pemikiran sistematis tentang masalah-masalah fundamental
dan perbatasan yang berhubungan dengan fenomena hukum, dan/atau hakekat
kenyataan hukum sebagai realisasi dari cita hukum (het systematisch nadenken over alle fundamentele kwesties en
grensproblemen het verschijnsel recht samenhangen; over de werkelijkheid van
het recht als de realisatie van de rechtsidee).[2]
Uraian lainnya tentang definisi dari
filsafat hukum dikemukakan oleh Kusumadi Pudjosewojo yang mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang hukum yang tidak bisa dijawab oleh
ilmu hukum mengenai pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah tujuan dari
hukum itu? Apakah semua syarat keadilan? Apakah keadilan itu? Bagaimanakah
hubungannya antara hukum dan keadilan? Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang
sifatnya mendasar, dengan sendirinya orang melewati batas-batas jangkauan ilmu
hukum, dan pada saat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, orang sudah
menginjakkan kakinya ke lapangan filsafat hukum. Dengan kata lain, filsafat
hukum berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu
hukum.
[1] Lihat
Darji Darmodiharjo & Shidarta, Op.
Cit., halaman 10. Bandingkan juga dengan Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1988, halaman 4.
0 comments:
Post a Comment