Friday, 23 January 2015

Syarah kalimat “citra buhulan Terang”



         
   Citra artinya bayangan atau imajinasi sesungguhnya imajinasi tiada lain adalah satu jenis bayangan yang dihasilkan oleh cermin fikiran. Segala sesuatu yang tampak selain Ia adalah citra. Adalah bayangan. Hanya eksis secara subyektif. Semua kulit-kulit yang kita lihat selain Ia adalah citra, adalah khayalan. Dimitri sebagai “dimitri” dengan keapaan atau batasan-batasannya sebagai “dimitri” yang Anda lihat saat ini adalah khayalan. Artinya dilihat dari Obyektifitas yang Maha Obyektif “dimitri” adalah suatu khayalan atau citra yang subyektif. Dan bukan berarti bahwa secara “obyektif praktis”, “dimitri” tidak ada. Karena sebenarnya alam “obyektif-praktis’ yang kita rasakan sehari-hari ini suatu alam subyektif yang memiliki “derajat obyektifitas” tertentu.
            Pandang Segala Sesuatu sebagai Sesuatu, maka hakikatnya bukan lain adalah Wujud Maha Gemilang Yang Maha Mutlak. Kenapa? Telah dibuktikan bahwa Hanya Ia yang Ada secara Obyektif, dan selain Ia tiada secara Obyektif. Jika hakikat, dari segala sesuatu bukanlah Keberadaan itu sendiri (wujud qua wujud atau wujudun bima huwa wujudun), maka dari mana Segala Sesuatu tersebut memiliki keberadaan? Dan jika Segala Sesuatu tersebut tidak memiliki keberadaan maka ia tidak ada dan ini tidak mungkin.

            Jadi segala sesuatu yang tampak di mata ataupun tersirat di hati ataupun terdengar di telinga ataupun terasa di pembuluh dara, ataupun segala sesuatu yang ada di alam obyektif-praktis ini tiada lain hanyalah Citra buhulan Terang. Citra buhulan pancaran Cahaya Wujud Mutlak yang terpancara dari Wujud Tunggal ke alam ketiadaan mutlak (Al-;adam Al-muthlaw, -atau nothingness). Cahaya tersebut terpancar dalam imajinasi, memunculkan berbagai “keberadaan” wujud-wujud yang mungkin, dan berbagai wujud-wujud yang mungkin tersebut lebih lanjut menjadi cermin dan prisma yang membiaskan –Cahaya tersebut menjadi Lautan Gemilang Cahaya. Di antara Cahaya-Cahaya tersebut jika terbuhul (terikat) dengan suatu struktur-struktur tertentu muncullah citra-citra. Citra-Citra muncul seperti buih yang muncul di lautan. Citra-Citra adalah buih-buih dalam lautan Wujud Cerlang Gemilang.
            Jadi jauhar dari Segala Sesuatu adalah Dzat Tuhan Yang Maha Agung, -Sang Wujud Mutlak Yang Maha Tunggal Yang Tiada Terbagi oleh berbagai penyifatan-, Tapi tidak ada satu bagian apapun yang tampak oleh indera maupun fikiran kita dari alam ini yang dapat diidentikkan dengan Tuhan. Segala Sesuatu adalah Tuhan, tapi tidak ada sesuatu apapun yang masih mungkin dicerap oleh indera maupun fikiran kita yang identik dengan Tuhan. Inilah yang mungkin sering disebutkan dengan istilah “Huwa/Laa Huwa,- Dia dan tidak Dia-“. Segala Sesuatu adalah Ia, tapi tidak ada sesuatu apapun yang ada dalam kejamakan ataupun keduaan ini yang identik dengan Ia. Tidak suatu konsepsi subyektif siapapun yang mampu mencerap pengertian yang sempurna tentang Ia, Wujud Yang Maha Sempurna dalam KeTunggalan dan KeTakterbagiannya. Mungkin inilah yang dimaksudkan dengan kalimat “Ma arrafnaka bihaqqi ma’rifatik, -Tidak-lah kami kenali diriMu dengan pengenalan yang sebenarnya-“ atau dengan kalimat “Duhai Yang senantiasa kurindukan tanpa pernah kubayangkan”.
            Jadi kesimpulannya? Seluruh apapun yang dituliskan dalam makalah ini tentang Ia pasti tidak bisa menggambarkanNya sebagaimana adaNya! dan apa artinya, anggap saja seluruh  isi makalah ini adalah hiburan lepasa senja yang tidak mengandung Kebenaran sama sekali! Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Guruku tct, Maulana Rumi, “Sesungguhnya para filosof itu berdiri di atas kaki kayu”. Bagaimana mungkin “melihatnya” dengan cara apapun kecuali dengan “PenglihatanNya” ? “Yaa man laa ya’lamu ma huwa wa laa KAIFA huwa wa laa aina huwa wa laa HAITSU huwa illa huwa”.
Dan kepadaNyalah aku berlindung dari keburukan segenap kebodohan kami, dan Semoga keberkahan Sholawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya yang suci senantiasa bagi kita semua.

0 comments:

Post a Comment