A.
Definisi BBLR
Berat
badan lahir rendah
(BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat
badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau
lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir
dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram.
(Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia
gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir
rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan
kematian.
B.
Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a.
Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan
berat bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai
untuk masa kehamilan.
b.
Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas
tiga jenis:
-
simetris ( intrauterus for gestatational age
) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu
yang lama
-
Asimetris ( intrauterus growth retardation )
yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan
-
Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang
dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan. (Mitayani, 2009)
C.
Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia
bayi belum sesuai dengan masa gestasinya, yaitu :
a.
Komplikasi obstetrik
-
Multipel gestation
-
Incompetence
-
Pro ( premature rupture of membran ) dan
kirionitis
-
Pregnancy induce hypertention ( PIH )
-
Plasenta previa
-
Ada riwayat kelahiran prematur
b.
Komplikasi medis
-
Diabetes maternal
-
Hipertensi kronis
c.
Faktor ibu
-
Penyakit : hal yang berhubungan dengan
kehamilan seperti toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan
psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
-
Usia ibu : angka kejadian prematurnitas
tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat.
-
Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat
berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada
golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang
baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
-
Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat
bdan yang tidak adekuat dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara
lain :
1.
Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap
kejadian BBLR
Hendaknya
ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat yaitu 20-35
tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun)
memiliki perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini
akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih
dalam tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan menyebabkan stress
psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja memberikan
risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan
kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa
kelahiran BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu
yang masih muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan
usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan
sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan, penerimaan
lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya akan menimbulkan stress.
Kehamilan
pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah
berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang
tidak adekuat sehingga menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan
mempengaruhi iritabilitas uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang
pada akhirnya akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua
juga dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.
2.
Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian
BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat
berpengaruh dalam penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan
yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran
untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care).
Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima
inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam
keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum
melahirkan. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil
melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama
ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan
yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah.
Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam
kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki
ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat
membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika
menikah pada usia muda.
3.
Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian
BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan
oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap
kehamilan yang disusul dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan
pada uterus. Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh
darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah
nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
4.
Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko
kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan
mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur
kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran
kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur
gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur
gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau
umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.
5.
Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian
BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama
hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut
ini :
a.
Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada
ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara
normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya TORCH.
b.
Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c.
Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ
yang lebih kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara
permanen, sedangkan malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk
organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih
kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan
akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi
juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal,
anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir
dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin.
Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan
wanita tidak hamil. Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan
menyebabkan gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6.
Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap
kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi
dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan
oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi
Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering
terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi
yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin
ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.
Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus,
cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan
morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih
tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin
yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat
meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil,
anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa
dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan
mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7.
Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap
kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi
dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu
ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin
berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8.
Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap
kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan
asupan makanan yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila
kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi yang
lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9.
Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian
BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang
cukup berpengaruh dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung.
Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan
bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan bayi
dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat
diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang
mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku
kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan.
10. Pengaruh
pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna
memantau perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan.
Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan kesempatan untuk dapat
mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat menyulitkan kehamilan
maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.
11. Pengaruh
kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah
satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang
dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir
dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok, walaupun penambahan
berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis mengemukakan
bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil
dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
-
Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya
pada hemoglobin janin dan ibu.
-
Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan
menurunnya perfusi darah ke plasenta.
-
Merokok menyebabkan menurunnya selera makan
ibu sehingga asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu
perokok yang selera makannya tidak berubah.
-
Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
-
Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko
untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini
mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan
retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum
setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu
tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi,
semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang
mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi
masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan
saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar.
Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran
sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.
12. Pengaruh
jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada
berat badan lahir. rata-rata berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih
berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan
antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman (1969)
perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi
laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13. Pengaruh
Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada
partus sebelumnya mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan
BBLR.
D.
Patofisiologi
Menurunnya
simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat besi,
kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia,
rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar
120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari.
Belum
matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan
menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum
berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan
lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya
kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan
garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak ,
dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang
terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase
juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang
dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah
pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial
untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan berat
badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi.
Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997).
E.
Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat
badan lahir rendah sebagai berikut:
1.
Berat badan lahir< 2500 gram, panjang
badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar kepala< 33 Cm.
2.
Masa gestasi< 37 minggu.
3.
Penampakan fisik sangat tergantung dari
maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besardari badan, kulit
tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi
tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih
hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala
menghadap satu jurusan.
4.
Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis
lemah, pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks
menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1)
Berat badan kurang dari 2.500 gram
2)
Kulit tipis, transparan, lanugo banyak,
ubun-ubun dan sutura lebar
3)
Genetalia imatur, rambut tipis halus
teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4)
Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5)
Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan,
batuk, belum sempurna.
6)
Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7)
Tidak tampak bayi menderita
infeksi/perdarahan intrakranial
8)
Nafas belum teratur
9)
Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10) Jaringan
mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR
adalah:
1.
Suhu Tubuh
-
Pusat pengatur napas badan masih belum
sempurna
-
Luas badan bayi relatif besar sehingga
penguapannya bertambah
-
Otot bayi masih lemah
-
Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga
cepat kehilangan panas badan
-
Kemampuan metabolisme panas masih rendah,
sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak
terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.
2.
Pernapasan
-
Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
-
Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga
perkembangannya tidak sempurna
-
Otot pernapasan dan tulang iga lemah
-
Dapat disertai penyakit : penyakit hialin
membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal pernapasan.
3.
Alat pencernaan makanan
-
Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan
makanan dengan lemah / kurang baik
-
Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum
sempurna , sehingga pengosongan lambung berkurang
-
Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan
dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
4.
Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5.
Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum
sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6.
Perdarahan dalam otak
-
Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan
mudah pecah
-
Sering mengalami gangguan pernapasan,
sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam otak
-
Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan
menyebabkan kematian bayi
-
Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga
mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.
F.
Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas
dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan
pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan, menghindari
infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
1.
Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi
yang realtif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua
jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk
mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi
dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh
bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi
dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB
2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh
sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban
yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan.
Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan
2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan didalam tempat
tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol
hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur
bayi atau dengan menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C
adalah dengan memakai alat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator.
Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir
ini telah dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur
sensor (Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator perspexheat
dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat
dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat
bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk
memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna
kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat
dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan
secepat-cepatnya.
2.
Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli.
Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang
terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal.
Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga
tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera
setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang
pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian
oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan
tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil
kematian bayi BBLR.
3.
Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh,
khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama
disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan
oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas
bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi
imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis
dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah
laku bayisering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian :
malas menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan
meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR
dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita
infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan
bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien
dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan
yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic
yang tepat.
4.
Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan
jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI
(Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga
dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI
tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu
Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus.
Pada bayi dalam incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur
incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada
bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang
lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol
atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan
bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat
Badan lebih rendah.
5.
Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai
4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias
dan infeksi karena hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini
atau lebih cepat bertambah coklat.
6.
Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan.
Karena sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat
merusakmantel asam tidak boleh digunakan. Semua produk kulit (misal:
alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan secara hati-hati: kulit harus
segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus
diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena
itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut.
Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk melekatkan alat pemantau
atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit
sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester
sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau
plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong
ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut
yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena cenderung
mengeringkan dan membakar kulit lembut.
G.
Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila
BBLR tidak ditangani secepatnya menurut Mitayani, 2009 yaitu :
1.
Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan
kesulitan bernapas pada bayi)
2.
Hipoglikemia simptomatik, terutama pada
laki-laki
3.
Penyakit membran hialin: disebabkan karena
surfaktan paru belum sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga
selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya
4.
Asfiksia neonetorum
5.
Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin
disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.
H.
Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan
bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang menyertai
(asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler,
infeksi, gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini
tergantung dari berat ringannya masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin
muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi angka kematian),
asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan
intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi,
gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini
juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan
pada saat kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan,
resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia
hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi
problematik yang dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan
bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi
motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral
palsy dan sebagainya.
0 comments:
Post a Comment