BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang
berlangsung seumur hidup dengan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa
serta sosialisasi dan kemandirian. Ciri-ciri perktumbuhan dan perkembangan anak
antara lain, menimbulkan perubahan, berkolerasi dengan pertumbuhan, memiliki
tahap yang berurutan dan mempunyai pola yang tetap.Perkembangan tersebut
meliputi perkembangan Fisik,Intelektual,Bahasa,Sosial-Emosional.Seorang
anak pada usia dini dari hari ke hari akan mengalami perkembangan,perkembangan tersebut berlangsung secara cepat dan sangat berpengaruh
terhadap perkembangannya selanjutnya.Namun tentunya tiap anak tidak sama
persis pencapaiannya, ada yang benar-benar cepat
berkembang ada pula yang membutuhkan waktu agak lama.Tidak semua anak usia dini mengalami perkembangan secara normal,banyak
kendala/permasalahan di dalam perkembangannya yang di sebabkan oleh beberapa
faktor.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang tersebut, dalam makalah ini kami dapat
merumuskan menjadi
beberapa rumusan masalah, yaitu :
beberapa rumusan masalah, yaitu :
1.Pengertian anak usia dini secara umum.
2. Tahap
perkembangan anak usia dini bahasa secara umum.
3. Permasalahan di dalam perkembangan anak usia dini.
3. Permasalahan di dalam perkembangan anak usia dini.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Jenis –jenis perkembangan anak usia dini.
2.
Mengetahui tahap perkembangan anak usia dini.
3.
Mengetahui Permasalahan dalam perkembangan anak usia dini.
4.
Mengetahui sebab munculnya perkembangan anak usia dini.
5.
Mengetahui faktor-faktor perkembangan anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Permasalahan Perkembangan Fisik Anak
Usia Dini
A.
Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia
dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun.. Usia dini merupakan usia
yang sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age. Anak
Usia Dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat,
baik fisik maupun mental. Anak Usia Dini belajar dengan caranya sendiri. Bila
ditinjau dari hakikat anak usia dini, maka anak memiliki dua aspek perkembangan
yaitu biologis dan psikologis. Pada anak usia dini terjadi perkembangan otak
sebagai pusat kecerdasan terjadi sangat pesat. Selain itu, organ sensoris
seperti pendengar, penglihatan, penciuman, pengecap, perabaan, dan organ
keseimbangan juga berkembang pesat (Black,J. et all, 1995:Gesell, A.L.
&Ames, F.1940)
B.
Perkembangan Kemampuan Fisik
Pada usia
ini anak menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif. Dia bisa mengatur
gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes. Anak juga bisa berjalan
jinjit mundur dan berjalan mundur dengan tumitnya. Dia juga bisa berlari dengan
cepat, meloncat, berlari dengan satu kaki. Anak pada sia ini sudah bisa mencuci
tanganya sendiri tanpa membasahi bajunya, berpakaian dan mengikat tali
sepatunya sendiri. Koordinasi motorik yang baik berkembnag smapai si anak dapat
mencontoh segitiga dan belah ketupat. Mereka mulai dapat menulus beberapa huruf
dan angka dan menuliskan namanya dengan benar. Anak juga dapat menggambar benda
hidup.
C. Penyebab Anak Cacat Fisik
1.
Peristiwa
kelahiran
Di negara sedang berkembang,
penyebab cacat mental yang utama adalah kerusakan pada otak saat kelahiran.
Kehamilan yang tidak di control, bimbingan persalinan yang tidak tepat, bantuan
persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan
kerusakan pada otak anak.
1.
Infeksi
Anak menderita infeksi yang merusak
otak seperti meningitis, encephalitistu berkulosis, dan lain-lain. Sekitar
30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat penyakit-penyakit
tersebut menderita deficit neorologikdan cacat mental
2. Malnutrisi
berat
Kekurangan makanan bergizi semasa
bayi dapat mengganggu partumbuhan dan fungsi susunan syaraf pusat. Malnutrisi
ini kebanyakan terjadi pada kelompok ekonomi lemah.
3.
Kekurangan
yodium
Kekurangan yodium dapat mempengaruhi
perkembangan mental anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental. Untuk
mengenal anak cacat mental secara dini, beberapa gejala ini dapat dijadikan
indicator.
4.
Terlambat
memberi reaksi
Gejala-gejala ini dapat diamati pada
saat minggu-minggu pertama kehidupan anak. Antara lain; lambat memberi senyum
jika anak diajak tertawa atau digelitik. Anak tidak memperhatikan atau
seolah-olah tidak melihat jika dirangsang dengan gerakan tangan kita. Bagi anak
yang sehat, bola matanya akan mengikuti gerakan tangan kita. Bagi anak yang
sehat, bola matanya akan mengikuti gerakan tangan tersebut kekiri atau kekanan.
Begitu juga terhadap bunyi-bunyian, anak yang sehat akan tersentak, terkejut,
membesarkan bola mata, dan berusaha mencari suara tersebut. Sebaliknya anak
cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap bunyi-bunyian, seolah-olah
tergantung pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat mengunyah makanan,
sehingga ia seringkali mengalami gangguan.
5. Memandang tangannya sediri
Bayi yang berusia antara 12-20
minggu bila berbaring sering memperhatikan gerakan tangannya sendiri. Pada anak
cacat mental gejala ini masih terlihat walaupun usianya sudah lebih tua dari 20
minggu.
6.
Memasukkan
benda ke mulut
Kegiatan memasukkan benda ke dalam
mulut merupakan aktifitas yang khas untuk anak usia 6- 12 bulan. Anak cacat
mental masih suka memasukkan benda atau mainan ke dalam mulutnya walaupun
usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun.
7.
Kurang
perhatian dan kurang konsentrasi
Anak cacat mental kurang
memperhatikan lingkungan sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya
berlangsung singkat saja. Malahan seringkali tidak mengacuhkan
kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia kurang tertarik dan
tidak berusaha untuk mengambilnya.
2. Permasalahan Perkembangan Intelektual Anak Usia Dini
Masalah-masalah kebutuhan
perkembangan pada anak usia dini merupakan kebutuhan yang harus/mutlak
terpenuhi sesuai dengan perkembangan, maka bagi pendidik anak usia dini harus
paham akan kebutuhan perkembangan anak usia dini sehingga dapat menangani
masalah-masalah yang timbul, baik masalah pemenuhan kebutuhan perkembangan yang
umum ataupun masalah kebutuhan perkembangan yang bersifat khusus.
Usia dini
merupakan masa yang paling baik untuk meletakan dasar yang kokoh bagi
perkembangan mental - emosional dan potensi otak anak yang
akan mempengaruhi kejiwaan anak. Teori dan penelitian Daniel Goleman tentang kecerdasan emosi
(Emotional Intelligence/EQ), mengingatkan bahwa keberhasilan hidup
manusia tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual (IQ) seperti
yang dipahami sebelumnya, tetapi justru ditentukan oleh emotional
intelligence. Kecerdasan emosi ini sangat terkait dengan belahan otak
kanan.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa:
Keberhasilan seseorang di masyarakat
sebagian besar (80%) ditentukan oleh kecerdasan emosi(EQ).Sehingga anak yang
kurang dalam pemenuhan kebutuhan perkembangan emosi senantiasa akan mengalami
gangguan emosi dan perilaku seperti, agresif secara verbal dan/atau fisik yang
bisa membahayakan dirinya atau orang lain, menarik diri atau tidak percaya
diri, pencemas dan juga bisa hiperaktif, yang mengakibatkan kurang perhatian
dalam kegiatan disekolah secara optimal dan selalu menunjukan skala rendah
dalam pencapaian program pembelajaran yang telah ditargetkan
.Perkembangan emosi yang dibutuhkan
anak usia dini meliputi segala bentuk hubungan yang erat, hangat dan
menimbulkan rasa aman serta percaya diri sebagai dasar dari perkembangan
selanjutnya, yang ini mutlak perlu diperhatikan oleh orang tua ataupun guru
sejak dini
Penanganan dan menganalisis
kebutuhan emosi anak usia dini diperlukan deteksi dini yang serius dan tuntas
dan harus didukung oleh informasi dan pengumpulan data yang akurat dan lengkap
dari berbagai pihak mengenai diri anak mulai dari kandungan, setelah dilahirkan
sampai anak memasuki Pendidikan Anak Usia Dini serta pada pengaturan yang
diterapkan kepada anak oleh orang tua. Apabila masalah perkembangan emosi pada
anak kurang diperhatikan atau tidak dipenuhi dan tidak segera ditangani maka
akan berakibat vital terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, baik tingkat
kecerdasan (IQ), kecerdasan emosional (EQ), serta kecerdasan spiritual (SQ).
Tujuan dari analisis gangguan
perkembangan anak pada usia dini adalah untuk mengetahui karakteristik,
gejala-gejala yang menyebabkan timbulnya gangguan/kelainan untuk memperkirakan
kemungkinan bantuan yang akan diberikan serta melaksanakan tindak lanjut agar
anak dapat diantisipasi supaya masa yang akan datang tidak selalu fatal.
A.
Anak Cacat Mental
Anak cacat
mental adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di
samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang
sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak
berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk
selama-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hamper
segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti mengarang, menyimpulkan isi
bacaaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang
bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang/terhambat
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Anak cacat
mental banyak macamnya, ada yang disertai dengan buta warna, disertai dengan
kerdil badan, disertai dengan berkepala panjang, disertai dengan bau badan
tertentu dan sebagainya; tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa. Mereka
semua mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Mereka
mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat cacat mental yang berbeda-beda, ada yang
ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Terdapat perbedaan antara cacat mental
dengan sakit mental, sakit jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa Inggris sakit
mental disebut mental illness yaitu
merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan cacat
mental dalam bahasa Inggris disebut mentally
retarded atau mental retardation
merupakan ketidakmampuan memecahkan persoalan disebabkan karena kecerdasan
(inteligensinya) kurang berkembang serta kemampuan adaptasi perilakunya
terhambat. Hal ini yang membedakan cacat mental dengan sakit jiwa ialah: Cacat
mental bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak anak lahir
sampai kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat menyerang setiap
saat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan cacat mental berbeda, tidak
mustahil anak cacat mental menderita sakit jiwa.
Dari
berbagai definisi, ungkapan pengertian dan penjelasan yang telah diuraikan di
atas maka jelaslah bahwa untuk menentukan seseorang termasuk kategori cacat
mental, selain kemampuan kecerdasannya atau tingkat inteligensinya jelas-jelas
berada di bawah normal perlu pula diperhatikan kemampuaan penyesuaiannya
(adaptasi tingkah laku) terhadap lingkungan sosial dimana ia berada.
Selanjutnya perlu diperhatikan tentang waktu terjadinya cacat mental itu. Bila
cacat mental terjadi setelah masa perkembangan (setelah usia 18 tahun) maka ia
tidak tergolong cacat mental.
B.
Klasifikasi Anak Cacat Mental
Pengelompokan
pada umumnya berdasarkan pada tarafintelegensinya, yang terdiri dari terbelakang
ringan, dan berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat artificial
karena ketiga kelompok di atas tidak dibatasi oleh garis demargasi yang tajam.
Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat kontinyu.
Kemampuan
inteligensi anak cacat mental kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan
Skala Weschler (WISC).
1. Cacat Mental Ringan
Cacat mental
ringan disebut juga debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet,
sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Namun pada umumnya anak
cacat mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independen
dan anak ini tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti
anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik
antara anak cacat mental dengan anak normal.
2. Cacat Mental Sedang
Anak cacat
mental sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 berdasarkan
skala Binet sedangkan menurut Skala Wsechler memiliki IQ 54- 40. Anak cacat
mental sedang masih memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak usia dini.
Walaupun agak lambat. Anak dapat mengurus atau merawat diri sendiri dengan
pelatihan yang intensif. Mereka dapat memperoleh manfaat latihan kecakapan
social dan pekerjaan namun tidak dapat menguasai kemampuan akademik seperti;
membaca, menulis, dan berhitung. Akan tetapi mereka masih dapat bepergian di
lingkungan yang sudah dikenalnya.
3. Cacat Mental Berat
Kelompok
anak cacat mental berat disebut juga idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi
antara anak cacat mental berat dan sangat berat. Cacat mental berat (severe)
memiliki IQ antara 32-20menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala
Wechsler (WISC) Anak cacat mental sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah
19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Wechsler (WISC). Anak
cacat mental berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal
berpakaian, mandi, makan, dll. Hampir semua anak cacat mental berat dan sangat
berat menyandang cacat ganda. Umpamanya sebagai tambahan cacat mental tersebut
si anak lumpuh (karena cacat otak) , tuli atau cacat lainnya.
C.
Karakteristik Anak Cacat Mental
1. Karakteristik
Anak Cacat Mental Ringan
Anak cacat
mental ringan banyak yang lancer berbicara tetapi kurang pembendaharaan
kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih
dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah
khusus. Sebagaimana tertulis dalam The
New American Webster (1956:301) bahwa: “Moron
(debile) is a person whose mentality does not develop beyond the 12 year old
level”. Maksudnya, kecerdasan berfikir seseorang cacat mental ringan paling
tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun.
2.
Karakteristik Anak Cacat Mental
Sedang
Anak cacat
mental sedang hamper tidak bisa mempelajari
pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak cacat mental ringan. Mereka
hamper selalu bergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan
bahaya dan yang bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar
memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dapat mempelajari
beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi. Pada umur dewasa mereka baru
mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 atau 8 tahun.
3.
Karakteristik Anak Cacat Mental
Berat
Anak cacat
mental berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan slalu tergantung pada
pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri.
Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan mana yang berbahaya dan yang tidak
berbahaya, tidak mungkin berpartisifasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan
jika sedang berbicara maka kat-kata ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan
seorang anak cacat mental berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling
tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999)
mengatakan karakteristik anak cacat mental antara lain (1) Keterbatasan
inteligensi, (2) Keterbatasan social dengan ciri-ciri ; cenderung berteman
dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak mampu
memikul tanggung jawab. (3) Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti;
kurang mampu mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu membedakan yang baik dengan
yang buruk, yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih dahulukonsekuensi
suatu perbuatan.
Guru TK mengenali anak
keterbelakangan mental melalui berbagai aktifitas selama kegiatan, bermain,
bercerita, makan, di kelas maupun di halaman sekolah atau bagaimana cara ia
berinteraksi dengan anak lain, guru, atau orang di sekitarnya. Begitu juga
interaksinya dengan lingkungan alam, alat permainannya, dan rangsangan lain
yang ada di sekitarnya.
3. Permasalahan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Bahasa
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan alat
komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, seorang dapat
menyampaikan ide, pikiran, perasaan kepada orang lain, baik secara lisan atau
secra tertulis.
Tidak menutup kemungkinan akan ditemukan anak usia
dini yang mengalami kesulitan dalam berbahasa, tidak mampu memahami
bahasa lisan, tidak mampu mengutarakan isi hati dengan kaimat, berbicara tidak
jelas, gagap, dsbnya. Terkait masalah di atas berikut ini penulis mencoba
membahas tentang perkembangan bahasa pada anak usia dini.Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi
bagi setiap orang. Seorang anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social
skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam
lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa
bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat
mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat
menangkap apa yang dipikirkan oleh anak.
a.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Bahasa
Pengenalan
bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh ketrampilan bahasa yang baik
Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan
bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan,
intelegensi, statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
Secara rinci
dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,
yaitu:
1. Kognisi (Proses
memperoleh pengetahuan )
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan
mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan
pembahasan sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran
dengan bahasa seseorang.
2. Pola komunikasi
dalam keluarga
Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak
arah akan mempercepat perkembangan bahasa
keluarganya.
3. Jumlah keluarga
Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga,
perkembangan bahasa anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi
dibandingkan dengan yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada anggota lain
selain keluarga inti.
4.
Posisi urutan kelahiran
Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di
tengah akan lebih cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini
disebabkan anak sulung memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu
hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.
5.
Kedwibahasaan (Pemakaian dua bahasa)
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan
bahasa lebih dari satu atau lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya
ketimbang yang hanya menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa
menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia menggunakan
bahasa sunda dan di luar rumah dia menggunakan bahasa Indonesia.
A. Faktor yang mempengaruhi masalah bahasa pada anak
Menurut Syamsu Yusuf
(2004) faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan bahasa anak adalah kesehatan, intelegensi, status sosial ekonomi,
jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
1. Faktor kesehatan.
Kesehatan
merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal
kehidupannya. Apabila anak pada usia dua tahun pertama sering mengalami sakit-sakitan
maka anak tersebut cenderung akan mengalami keterlambatan atau kesulitan dalam
perkembangan bahasa.
2. Intelegensi.
Perkembangan
bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya, anak yang perkembangan
bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau di atas normal.
3. Status sosial ekonomi keluarga.
Beberapa studi
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan
dalam perkembangan bahasanya dibanding dengan anak yang berasal dari keluarga
yang lebih baik status ekonominya, hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
kecerdasan atau kesemoatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan
perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya.
4. Jenis kelamin
Pada tahun
pertama tidak ada perbedaan vokalisasi antara wanita dan pria, tetapi pada usia
dua tahun anak perempuan menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak
laki-laki.
5.
Hubungan keluarga.
Hubungan yang
sehat antara orang tua dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari orang
tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, dan begitu sebalikya hubungan
yang tidak sehat bisa menyebabkan perkembangan bahasa anak cenderung akan
mengalami stagnasi atau kelainan, seperti gagap dalam berbicara, tidak jelas
dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut untuk mengungkapkan pendapat, dan
berkata yang kasar atau tidak sopan.
B. Keterlambatan dan
bahaya (gangguan) di dalam perkembangan bicara pada anak.
Apabila
tingkat perkembangan bicara berada dibawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak
yang umumnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan di dalam kosa
kata (bahasa) anak tersebut pada saat bersama teman sebayanya bercakap-cakap/berbicara
menggunakan kata-kata terus dianggap muda diajak bermain dengan kata-kata.
Keterlambatan berbicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian akademis dan
pribadi anak pengaruh yang paling serius adalah terhadap kemampuan membaca pada
awal anak masuk sekolah. Banyak penyebab keterlambatan bicara pada anak umumnya
adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang membuat anak tidak mungkin belajar
berbicara sama baiknya seperti teman-teman sebayanya, yang kecerdasannya normal
atau tinggi kurang motivasi karena anak mengetahui bahwa mereka dapat
berkomunikasi secara memadai dengan bentuk prabicara dorongan orang tua/orang
dewasa, terbatasnya kesempatan praktek berbicara karena ketatnya batasan
tentang seberapa banyak mereka diperbolehkan berbicara dirumah.
Salah satu
penyebab tidak diragukan lagi paling umum dan paling serius adalah
ketidakmampuan mendorong/memotivasi anak berbicara, bahkan pada saat anak mulai
berceloteh. Apabila anak tidak diberikan rangsangan (stimulasi) didorong untuk
berceloteh, hal ini akan menghambat penggunaan didalam berbahasa/kosa kata yang
baik dan benar.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, adapun kemampuan anak didalam berbicara yang berkembang sangat pesat dan cepat yaitu contohnya : anak-anak dari golongan yang lebih atau menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik. Sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak. Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, adapun kemampuan anak didalam berbicara yang berkembang sangat pesat dan cepat yaitu contohnya : anak-anak dari golongan yang lebih atau menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik. Sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak. Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut.
Gangguan/bahaya
didalam perkembangan bicara pada anak yaitu :
1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata
1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata
2. Lamban
mengembangkan suatu bahasa/didalam berbicara
3. Sering
kali berbicara yang tidak teratur
4. Tidak
konsentrasi didalam menerima suatu kata (bahasa) dari orang tua/guru.
Kesalahan yang umum didalam pengucapan/bahasa
(berbicara) pada anak yaitu :
1. Menghilangkan satu suku kata/lebih
biasanya terletak ditengah-tengah kata contohnya : “buttfly” padahal “butterfly”.
2. Mengganti huruf / suku kata
seperti “ tolly ” padahal “ Dolly ”,
“handakerchief” padahal “handkerchief”.
3. Menghilangkan huruf mati yang sulit
untuk diucapkan oleh anak contohnya : z,w,s,d, dan g
4. Huruf-huruf hidup khususnya O yang paling sulit dikatakan anak
(diucapkan)
5. Singkatan gabungan huruf mati yang sulit diucapkan oleh anak contohnya : “st, sk, dr, fl, str”.
5. Singkatan gabungan huruf mati yang sulit diucapkan oleh anak contohnya : “st, sk, dr, fl, str”.
C. Perkembangan
berbicara merupakan suatu proses yang sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa
kendala yang sering kali dialami oleh anak, antara lain:
1. Anak cengeng.
Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat
menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan
tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat
menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muncul
adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota
kcluarga lain. Sedangkan rcaksi sosial tcrhadap tangisan anak biasanya bernada
negatif. Oleh karena itu pcranan orang tua sangat penting untuk menanggulangi
hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi yang efektif bagi
anak.
2. Anak sulit memahami isi pembicaraan
orang lain.
Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan
orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabkan kurangnya
perbendaharaan kata pada anak. Di samping itu juga
dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat cepat dengan mempergunakan
kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang mcnggunakan dua
bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami
pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang
tua hendaknya selalu berusaha mencari penyebab kesulitan anak dalam memahami
pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak
kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan.
a.
Bahasa anak dapat berkembang cepat, jika :
1. Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan
bebas dari tekanan.
Lingkungan yang kaya bahasa akan menstimulasi perkembangan bahasa anak.
Stimulasi tersebut akan optimal jika anak tidak merasa tertekan. Anak
yang tertekan dapat menghambat kemampuan bicaranya. Dapat ditemukan anak gagap
yang disebabkan karena tekanan dari lingkungannya.
2. Menunjukkan
sikap dan minat yang tulus pada anak.
Anak usia dini emosinya masih kuat. Karena itu pendidik harus menunjukkan
minat dan perhatian tinggi kepada anak. Orang dewasa
perlu merespon anak dengan tulus.
3. Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan non verbal.
Dalam bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi
yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti gerakan, mimik muka, dan
intonasi yang sesuai.Misalnya : orang dewasa berkata,”saya senang” maka
perlu dikatakan dengan ekspresi muka senang, sehingga anak mengetahui seperti
apa kata senang itu sesungguhnya.
4. Melibatkan anak
dalam komunikasi.
Orang dewasa perlu melibatkan anak untuk ikut membangun komunikasi. Kita
menghargai ide-idenya dan memberikan respon yang baik terhadap bahasa anak.
4. Perkembangan
Sosial-Emosional Anak Usia Dini
Dalam periode pra sekolah, anak
mampu mengembangkan diri dengan berbagai orang dari berbagai tatanan, yaitu
keluarga, sekolah dan teman sebaya. Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan,
sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada.
Perkembangan sosial diperoleh dari
kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap
anak, pada usia dua tahun anak- anak mulai memantapkan identitas dirinya dan
selalu ingin menunjukan kemauan dan kemampuannya dengan berbagai pertanyaan.
Tidak jarang pada saat tersebut anak- anak dinilai sebagai anak keras kepala.
Di usia ini anak mengalami banyak
perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Berkembangnya konsep diri, secara
perlahan pemahamannya tentang kehidupan berkembang. Anak mulai menyadari bahwa
dirinya, identitasnya karena kesadarannya itu menunjukan “Akunya” (eksitensi
diri). Segalanya ingin ia coba, ia merasa dirinya bisa.
b. Munculnya egosentris, diusia ini
anak berfikir bahwa segala yang ada dan tersedia adalah untuk dirinya, semuanya
ada untuk memenuhi kebutuhannya. Kuatnya egosentris ini mempengaruhi perilaku
anak dalam bermain, saat bermain anak enggan untuk meminjamkan mainannya pada
anak lain juga menolak mengembalikan mainan pinjamannya. Wajarlah jika saat
seperti ini terjadi konflik dengan temannya. Pada saat mengalami konflik ini
anak belum bisa menyelesaikannya secara efektif, ia cenderung menghindar dan
menyalahkan orang lain.
c. Rasa ingin tahu yang tinggi, rasa
ingin tahu meliputi berbagai hal termasuk seksual sehingga ia selalu
bereksplorasi dalam apapun dimanapun.
d. Imajinasi yang tinggi, imajinasi
yang tinggi di usia ini sangat mendominasi setiap perilakunya, sehingga anak
sulit membedakan mana khayalan mana kenyataan. Ia kadang suka melebih- lebihkan
cerita. Daya imajinasi ini biasanya melahirkan teman imajiner (teman yang tidak
pernah ada), teman khayalan ini mampu mencurahkan segala pengalaman dan
perasaannya.
e. Belajar menimbang rasa, Diusia 4
tahun minat meniru terhadap teman- temannya mulai berkembang, anak mulai bisa
terlibat dalam permainan kelompok bersama teman- temannya walaupun kerap
terjadi pertengkaran. Hal ini karena ia masih memikirkan dirinya sendiri.
Empati anak mulai berkembang, ia mulai merasakan apa yang sedang orang lain
rasakan. Jika melihat ibunya bersedih ia akan mendekati, memeluk dan membawa
sesuatu yang dapat menghibur. pada masa ini anak mulai belajar konsep benar
salah.
f. Munculnya control internal,
Kontrol internal muncul di akhir masa usia pra sekolah, perasaan malu mulai
muncul ia akan merasa malu dan bersalah jika ia melakukan perbuatan yang salah.
Dengan demikian tepatnya diusia 5 tahun ia sudah siap terjun kelingkungan di
luar rumah dan sudah sanggup menyesuaikan diri dengan standar perilaku yang di
harapkan.
g. Belajar dari lingkungan, Anak
mulai meniru apa yang sering dilakukannya ia belajar mengidentifikasi dirinya
dengan model yang dilihatnya misalnya ia akan berperilaku sama persis seperti
apa yang di lihatnya di TV dan ia pun akan bercita- cita sama seperti profesi
orang tuanya. Jadi di usia ini lingkunganlah yang sangat berperan dalam
membentuk perilakunya.
h. Berkembangnya cara berfikir, Anak
mulai mengembangkan pemahamannya tentang hubungan benda antara bagian dan
keseluruhan. Pemahaman konsep waktu belum berkembang sempurna anak belum bisa
membedakan antara tadi pagi dan kemarin sore.
i. Berkembangnya kemampuan berbahasa,
dibidang masa sebelumnya anak lebih bisa diajak berkomunikasi, ia mulai
mengungkapkan keinginannya dengan bahasa verbal, namun kadang- kadang ia ingin
bereksperimen dengan kata- kata yang kotor atau yang mengejutkan orang tuanya.
0 comments:
Post a Comment