Dalam filsafat hukum dikenal pembagian
pelbagai aliran atau mazhab, yang dikemukakan oleh beberapa orang sarjana,
antara lain F.S.G. Northrop dan Lili Rasjidi.[1]
Northrop membagi aliran atau madzhab filsafat hukum ke dalam 5 (lima)
aliran, yaitu:
a. Legal
Positivism.
b. Pragmatic
Legal Realism.
c. Neo Kantian
and Kelsenian Ethical Jurisprudence.
d. Functional
Anthropological or Sociological Jurisprudence.
e. Naturalistic
Jurisprudence.
Sedangkan Lili Rasjidi membagi aliran/madzhab
filsafat hukum ke dalam 6 (enam) aliran besar, masing-masing:
a. Aliran Hukum
Alam:
1) Yang Irrasional.
2) Yang
Rasional.
b. Aliran Hukum
Positif:
1) Analitis.
2) Murni.
c. Aliran
Utilitarianisme.
d. Madzhab
Sejarah.
e. Sociological
Jurisprudence.
f.
Pragmatic Legal Realism.
Selain kedua orang tokoh tersebut ada juga sarjana lain, yaitu Soehardjo
Sastrosoehardjo yang membagi filsafat hukum ke dalam 9 (sembilan) aliran atau
madzhab, yaitu:[2]
a. Aliran Hukum
Kodrat/Hukum Alam.
b. Aliran
Idealisme Transendental (Kantianisme).
c. Aliran Neo
Kantianisme.
d. Aliran
Sejarah.
e. Aliran
Positivisme.
f.
Aliran Ajaran Hukum Umum.
g. Aliran
Sosiologi Hukum.
h. Aliran
Realisme Hukum.
i.
Aliran Hukum Bebas.
Ketiga sarjana tersebut dalam membagi-bagi aliran dalam filsafat hukum
tidak sama, karena memang tergantung pada penafsiran masing-masing orang dalam
memilah-milahkan aliran dalam filsafat hukum.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan
pembagian aliran/madzhab filsafat hukum menurut pendapat dari Lili Rasjidi,
seorang guru besar imu hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Aliran
Hukum Alam:
Aliran ini berpendapat bahwa hukum
berlaku universal (umum). Menurut Friedman, aliran ini timbul karena kegagalan
manusia dalam mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam dipandang
sebagai hukum yang berlaku secara universal dan abadi.[3]
Gagasan mengenai hukum alam didasarkan
pada asumsi bahwa melalui penalaran, hakikat mahkluk hidup akan dapat diketahui
dan pengetahuan tersebut menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib hukum
eksistensi manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja
dibentuk oleh manusia. Aliran hukum alam ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Irrasional:
Aliran ini berpendapat bahwa hukum yang
berlaku universal dan abadi bersumber dari Tuhan secara langsung. Pendukung
aliran ini antara lain: Thomas Aquinas (Aquino), John Salisbury, Daante, Piere
Dubois, Marsilius Padua, dan John Wyclife.
Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam 4
golongan, yaitu:
a) Lex Aeterna, merupakan
rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala
hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia.
b) Lex Divina, bagia dari
rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang
diterimanya.
c) Lex Naaturalis, inilah
yang dikenal sebagai hukum alam dan merupakan penjelmaan dari rasio manusia.
d) Lex Posistivis, hukum yang
berlaku merupakan pelaksanaan hukum alam oleh manusia berhubung dengan syarat
khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum ini diwujudkan ke dalam
kitab-kitab suci dan hukum positif buatan manusia.
Penulis lain, William Occam dari Inggris
mengemukakn adanya hirarkis hukum, dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Hukum
Universal, yaitu hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang bersumber dari
rasio alam.
b) Apa yang
disebut sebagai hukum yang mengikat masyarakat berasal dari alam.
c) Hukum yang
juga bersumber dari prinsip-prinsip alam tetapi dapat diubah oleh penguasa.
Occam juga berpendapat bahwa hukum
identik dengan kehendak mutlak Tuhan Sementara itu Fransisco Suarez dari
Spanyol berpendapat demikian, manusia yang bersusila dalam pergaulan hidupnya
diatur oleh suatu peraturan umum yang harus memuat unsusr-unsur kemauan dan
akal. Tuhan adalah pencipta hukum alam yang berlaku di semua tempat dan waktu.
Berdasarkan akalnya manusia dapat menerima hukum alam tersebut, sehingga
manusia dapat membedakan antara yang adil dan tidak adil, buruk atau jahat dan
baik atau jujur. Hukum alam yang dapat diterima oleh manusia adalah sebagian
saja, sedang selebihnya adalah hasil dari akal (rasio) manusia.
1)
Rasional:
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa
sumber dari hukum yang universal dan abadi adalah rasio manusia. Pandangan ini
muncul setelah zaman Renaissance (pada saat rasio manusia dipandang terlepas
dari tertib ketuhanan/lepas dari rasio Tuhan) yang berpendapat bahwa hukum alam
muncul dari pikiran (rasio) manusia tentang apa yang baik dan buruk
penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Tokoh-tokohnya, antara
lain: Hugo de Groot (Grotius), Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel
Pufendorf.
Pendasar hukum alam yang rasional adalah
Hugo de Groot (Grotius), ia menekankan adanya peranan rasio manusia dalam garis
depan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari Tuhan. Oleh karena itu
rasio manusialah sebagai satu-satunya sumber hukum.
Tokoh penting lainnya dalam aliran ini
ialah Immanuel Kant. Filsafat dari Kant dikenal sebagai filsafat kritis, lawan
dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant dimuat dalam tiga buah karya besar, yaitu:
Kritik Akal Budi Manusia (kritik der
reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi), Kritik Akal Budi Praktis (kritik der praktischen Vernunft yang
terkait dengan moralitas), Kritik Daya Adirasa (kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni).
Ajaran Kant tersebut ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia,
yaitu cipta, rasa, dan karsa (thinking,
volition, and feeling).[4]
Metode kritis tidak skeptis,
tidak dogmatis (trancendental). Hakekat
manusia (homo noumenon) tidak terletak pada akalnya, beserta corak berfikir
yang bersifat teoritis keilmuan alamiah (natuurweten
schappelijke denkwijze), tetapi pada kebebasan jiwa susila manusia yang
mampu secara mandiri menciptakan hukum kesusilaan bagi dirinya sendiri dan juga
orang lain. Yang penting bukan manusia ideal berilmu atau ilmuwan, tetapi justru
pada manusia ideala berkepribadian humanistis.
Salah satu karya Kant yang berjudul Metaphysische Anfangsgruende der Rechtslehre
(Dasar Permulaan Metafisika Ajaran Hukum merupakan bagian dari karyanya yang
berjudul Metaphysik der Sitten) pokok
pikirannya ialah bahwa manusia menurut darma kesusilaannya mempunyai hak untuk
berjuang bagi kebebasan lahiriahnya untuk menghadirkan dan melaksanakan
kesusilaan. Dan hukum berfungsi untuk menciptakan situasi kondisi guna
mendukung perjuangan tersebut. Hakekat hukum bagi Kant adalah bahwa hukum itu
merupakan keseluruhan kondisi-kondisi di mana kehendak sendiri dari seseorang
dapat digabungkan dengan kehendak orang lain di bawah hukum kebebasan umum yang
meliputi kesemuanya.
Katagori imperatif
Kant mewajibkan semua anggota masyarakat tetap mentaati hukum positif negara
sekalipun di dalam hukum terebut terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan
dasar-dasar kemanusiaan. Jadi, di sini sudah terdapat larangan mutlak bagi
perilaku yang tergolong melawan penguasa negara, sehingga dengan katagori
imperatif ini ajaran dari Immanuel Kant juga dapat digolongkan ke dalam aliran
positivisme. Pendapat Kant ini diikuti oleh Fichte yang mengatakan bahwa hukum
alam itu bersumber dari rasio manusia.
Penulis lain yang
tidak kalah pentingnya ialah Hegel dari Jerman. Yang dijadikan motto oleh Hegel
ialah: Apa yang nyata menurut nalar adalah nyata, dan apa yang nyata adalah
menurut nalar (Was vernunftig ist, das
ist wirklich ist, das ist vernunftig. What is reasonable is real, and what is
real is reasonable). Tidak ada antimoni antara nalar/akal dengan kenyataan
atau realitas. Bagi Hegel, seluruh kenyataan kodrat alam dan kejiwaan merupakan
proses perkembangan sejarah secara dialektis dari roh/cita/spirit mutlak yang
senantiasa maju dan berkembang. Jiwa mutlak mengandung dan mencakup seluruh
tahap-tahap perkembangan sebelumnya jadi merupakan permulaan dan kelahiran
segala sesuatu. Pertumbuhan dan perkembangan dialektis melalui tesa, antitesa,
san sintesa yang berlangsung secara berulang-ulang dan terus-menerus. Filsafat
hukum dalam bentuk maupun isinya, penampilan dan esensinya juga dikuasai oleh
hukum dialektika. Negara merupakan perwujudan jiwa mutlak, demikan juga dengan
hukum.
b. Aliran
Hukum Positif
Sebelum aliran ini lahir, telah
berkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum yang disebut dengan Legisme yang
memandang tidak ada hukum di luar undang-undang, dalam hal ini satu-satunya
sumber hukum adalah undang-undang.
1) Analitis
Pemikiran ini berkembang di Inggris namun
sedikit ada perbedaan dari tempat asal kelahiran Legisme di Jerman. Di Inggris,
berkembang bentuk yang agak lain, yang dikenal dengan ajaran Positivisme Hukum
dari John Austin, yaitu Analytical
Jurisprudence. Austin membagi hukum atas 2 hal, yaitu:
a) Hukum yang
diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.
b) Hukum yang
disusun dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari:
-
hukum dalam arti yang sebenarnya.
Jenis ini disebut sebagai hukum positif yang terdiri dari hukum yang dibuat
penguasa, seperti: undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya, hukum
yang dibuat atau disusun rakyat secara individuil yang dipergunakan untuk
melaksanakan hak-haknya, contoh hak wali terhadap perwaliannya.
-
Hukum dalam arti yang tidak
sebenarnya, dalam arti hukum yang tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum,
contoh: ketentuan-ketentuan dalam organisasi atau perkumpulan-perkumpulan.
Menurut
Austin, dalam hukum yang nyata pada point pertama, di dalamnya terkandung
perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan. Sehingga ketentuan yang tidak
memenuhi keempat unsur tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hukum.
2) Murni
Ajaran hukum murni dikatagorikan ke dalam
aliran positivisme, karena pandangan-pandangannya tidak jauh berbeda dengan
ajaran Auistin. Hans Kelsen seorang Neo Kantian, namun pemikirannya sedikit
berbeda apabila dibandingkan dengan Rudolf Stammler. Perbedaannya terletak pada
penggunaan hukum alam. Stanmmler masih menerima dan menganut berlakunya suatu
hukum alam walaupun ajaran hukum alamnya dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedang
Hans Kelsen secara tegas mengatakan tidak menganut berlakunya suatu hukum alam,
walaupun Kelsen mengemukakan adanya asas-asas hukum umum sebagaimana tercermin
dalam Grundnorm/Ursprungnormnya.
Ajaran Kelsen juga dapat dikatakan mewakili
aliran positivisme kritis (aliran
Wina). Ajaran tersebut dikenal dengan nama Reine Rechtslehre atau
ajaran hukum murni. Menurut ajaran tersebut, hukum harus dibersihkan dari
dan/atau tidak boleh dicampuri oleh politik, etika, sosiologi, sejarah, dan sebagainya.
Ilmu (hukum) adalah susunan formal tata urutan/hirarki norma-norma. Idealisme
hukum ditolak sama sekali, karena hal-hal ini oleh Kelsen dianggap tidak
ilmiah. Adapun pokok-pokok ajaran Kelsen adalah sebagai berikut:
a) Tujuan teori
ilmu hukum sama halnya dengan ilmu-ulmu yang lain adalah meringkas dan
merumuskan bahan-bahan yang serba kacau dan keserbanekaragaman menjadi sesuatu
yang serasi.
b) Teori
filsaft hukum adalah ilmu, bukan masalah apa yang dikehendaki, masalah cipta,
bukan karsa dan rasa.
c) Hukum adalah
ilmu normatif, bukan ilmu ke-alaman (natuurwetenschap)
yang dikuasai oleh hukum kausalitas.
d) Teori/filsafat
hukum adalah teori yang tidak bersangkut paut dengan kegunaaan atau efektivitas
norma-norma hukum.
e) Teori hukum
adalah formal, teori tentang ara atau jalannya mengatur perubahan-perubahan
dalam hukum secara khusus.
f) Hubungan
kedudukan antara tori hukum dengan sistem hukum positif tertentu adalah
hubungan antara hukum yang serba mungkin dan hukum yang senyatanya.
Fungsi teori
hukum ilah menjelaskan hubungan antara norma-norma dasar dan norma-norma lebih
rendah dari hukum, tetapi tidak menentukan apakah norma dasar itu baik atau
tidak. Yang disebut belakangan adalah tugas ilmum politik, etiika atau agama.
0 comments:
Post a Comment