Thursday, 6 November 2014

Makalah Wacana

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak  asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.

Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna). Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
Berdasarkan uraian di atas ,betapa pentingnya apa  itu wacana dan memahami nya supaya tidak terjadinya kesalah pahaman dalam pengertian wacana , maka dari itu kami menbahas topic  wacana .

1.2 Rumusan masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini,maka kami membatasi masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya :
1.      Apa itu wacana ?
2.      Karakteristik wacana dalam berkomunikasi ?
3.      jenis wacana dalam berkomunikasi ?

I.3Tujuan dan manfaat
Dalam penyusun makalah ini kelompok kami memiliki beberapa tujuan dan manfaat :
1.      Kami ingin mengetahui tahu apa itu wacana;
2.      Apa fungi wacana dalam berkomunikasi;
3.      Ciri-ciri wacana dalam berkomuniksai;
4.      Manfaat wacana dalam berkomunikasi.
 BAB II
PEMBAHASAN

2.1. HAKIKAT WACANA
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya
 a.        Pengertian Wacana

       Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis .
       Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
        Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat  atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Lebih lanjut, Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
        Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap yang disajikan secara teratur dan membentuk suatu makna.
b  .    Wacana dan Fungsi Bahasa dalam Komunikasi
Wacana dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber (pembicara san penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15). Fungsi bahasa meliputi (1) fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara ekspositoris, (2) fungsi fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog pembuka, (3) fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi direktif yang berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber.
c     Wacana dan Kajian Bidang Ilmu Lainnya.
Kajian tentang wacana tidak bisa dipisahkan dengan kajian bahasa lainnya, baik pragmatik maupun keterampilan berbahas
      Wacana dan Pragmatik
Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam hal ini dapat dibedakan tiga hal yang selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur, semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun makna antar hubungan (pertimbangan makan leksikal dan gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca)

      Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana
Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat) dapat dipertimbangkan dari segi gramatika (memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi)
         Hubungan Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa.
a)Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.
b Unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang benar rupanya yang terbawa arus.
c)  Kesejajaran antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu mujur.
d) Referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora. Referensi (acuan) meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.
e) Kohesi leksikal
Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu. Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.
f) Konjungsi
Konjungsi merupakan unsur yang menghubungkan konjoin (klausa/kalimat) di dalam wacana.
Hubungan semantik
Hubungan semantik merupakan hubungan antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan antarproposisi dapat berupa hubungan antar klausa yang dapat ditinjau dari segi jenis kebergantungan dan dari hubungan logika semantik. Hubungan logika semantik dapat dikaitkan dengan fungsi semantik konjungsi yang berupa (1) ekspansi (perluasan), yang meliputi elaborasi, penjelasan/penambahan, dan (2) proyeksi, berupa ujaran dan gagasan
  Wacana dan Keterampilan Berbahasa
Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
2. 2 KAREKTERISTIK WACANA
Wacana merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa (pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1.      Ciri-ciri Wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut.
  1. Satuan gramatikal
  2. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
  3. Untaian kalimat-kalimat
  4. Memiliki hubungan proposisi
  5. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
  6. Memiliki hubungan koherensi
  7. Memiliki hubungan kohesi
  8. Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
  9. Bisa transaksional juga interaksional
  10. Medium bisa lisan maupun tulis
  11. Sesuai dengan konteks
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut.
  1. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
  2. Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
  3. Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
  4. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
  5. Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental
2.      Unsur Pembentuk Wacana
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).
3.      Konteks dan Ko-teks
Wacana merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks situasi penuturnya. Konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.
4.      Teks
Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289) melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan dianalisis dari ketiga unsur tersebut.

Unsur
Yang ingin dilihat
Representasi
Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
Relasi
Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
Identitas
Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.

 2.3 .JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA

A. WACAN NARASI (NYERITAKAKE)
Wacan naratif yaiku wacan kang mbudidaya nyritakake prastawa utawa kedadeyan kaya - kaya wong kang maca nyekseni dhewe utawa ngalami dhewe prastawa mau. Utawa wacan kang nyritakake kanthi cetha rerangkening tumindak ing sajroning prastawa, kang winates ing sajroning wektu. wacana narasi iku adate mentingake urutan lan biyasane ana tokoh ing sajroning crita.

Wacana Narasi ana warna loro :
1. Narasi Ekspositoris
Narasi Ekspositoris yaiku wacana kang mung menehi katrangan lugu / apa anane. upamane : Siswa nyeritakake kedadeyan ana ing jero kelas nalika piwulangan Basa Jawa. utawa Jaksa nyritakake kedadeyan rajapati ing pengadilan.

Tuladha :
Jam enem Darmi mangkat enyang pasar arep kulakan. teane ngisor wit trembesi dicegat Darmo lan dijaluk dhompete. Darmi mbengok, Darmo bingung terus njupuk watu dithuthukake sirahe Darmi. Darmi tiba klenger, dipindhoni dithuthuk watu maneh. Ngerti yen Darmi mati, Darmo mlayu ngiprit.

2. Narasi Sugestif
Narasi sugestif yaiku wacana kang ngracik kanthi runtut nganti bisa nggugah pangangen -angene waong kang maca. upamane : dongeng ( Aji saka ), cerkak, Novel, Roman.

Tuladhane ;

Cerkak ( cerita cekak )
Pak Guru Parjó lunggúh ongkang-ongkang ånå lincak karo ngalamún. Sêpédha mótór kridhitané diparkir ånå ngarêpé.
Hèlêm loro ånå jênêngé anaké, Nardi lan Sunarmi dicènthèlaké kiwa têngên sêtang. Kåncå-kancané lagi wédangan ånå warúng mburiné dhèwèké. Ora lêt suwé Nardi nyêdhaki Parjó.
"Sês, Pak Guru!?" Nardi nawani rókók.
"Matúr nuwún! Aku nggåwå, lha iki!" sêmauré Parjó karo ngrógóh kanthóngan ngêtókaké rókóké.
Nardi durúng sêmpat lunggúh ånå swårå rådå bantêr. Suarané Bu Wagiyêm, bakúl bumbón tanggané Nardi.
"Ayo Dhík Nardi, gèk ndang ditêrké. Wís kawanan jé...! Mau tanginé kêrinan, mêngko ibu-ibu sêlak ngêntèni."
Tanpå ngucap Nardi têrús nyandhak karungé Bu Wagiyêm. Disèlèhké ndhuwúr tèngki, têrús bablas. Ninggalké pêlúk síng kêmêndhêng. Parjó dhèwèkan manèh....ngalamún.
Parjó kèlingan ucapané Nardi rikålå nawani rókók. Sêbutan síng diucapké kåncå-kåncå pêngojèk liyané. Pak Guru Parjó, lêngkapé bapak dóktórandús Parjó. Parjó nèk ésúk pancèn guru ånå SMP íng désané. Lan nyandhang gêlar sarjana. Sarjana PMP. Síng sabêndina nêrangké babagan pêmêrintahan marang muríd-muríd íng sêkolahé, nêrangké babagan pêmêríntahan démokrasi kang njunjúng kêadilan, pêmêríntahan síng adhêdhasar manút amanat pêndêritaan rakyat, pêmêríntahan síng dilandhêsi ukúm kanggo kabèh kawulané ora mandhang pangkat lan drajad kabèh kênå ukúm síng pådhå, Nêgårå kang nganút dhémokrasi. Anti KKN lan liyå liyané. Sêbutan Pak Guru rikålå nyambi ngojèk janjané rasané risi, níng suwé-suwé sindhirané kåncå-kancané ora dirasakké. Miturút Parjó ngojèk kuwi pêkêrjaan halal lan ora ngrugèkaké liyan.
"Pak guru ki ora nguman umani, rêjêki kanggo kancané síng ora duwé gawéan yó... mèlu diarah, lawóng wís digaji gêdhé...préi dibayar. Lha kók sêmpat-sêmpaté ngojèk. Åpå ora isín nèk kêtêmu muríd-muríd nèng ndalan?" sindhirané kåncå-kåncå pêngojèk karo guyónan.
"Ora orané..., rêzêki sing ngatúr Gústi Allah..., rêzêki ora mungkín klèru!" sémauré Parjó sak kêcêkêlé.
"Wah nèk ngono kuwi kétók guruné..." suarané kåncå-kancané barêng karo pådhå ngguyu barêng.
Pisan manèh Parjó kèlingan limang tahún kêpungkúr. Rikålå isíh kuliah...rikålå isíh sinau. Sêkolah sinambi nggarap sawah sak pathók, dadi burúh lan nyambút gawé sêrabutan sak kêcêkêlé. Kabèh dilakóni kanti sênêng. Amargå duwé gêgayuhan lan pêngarêp-arêp, mêngko nèk wís nyandhang gêlar sarjana mêsti uripé bakal ånå owah-owahan, dadi wóng síng kajèn kéringan dadi pégawai. Alhamdulillah amargå têkún anggoné sinau akhiré Parjó lulús sarjana. Tahún pisanan nyoba mèlu ndhaftarké dadi pêgawé nêgri. Awan, ésúk, soré lan bêngi tansah sinau kanggo ngadhêpi mbók mênåwå ånå tèstíng pênêrimaan pêgawé.
Dinå kang ditunggu-tunggu têka, dinå kanggo ujian masuk dadi PNS. Mangkat tèstíng kanti gagah sêmangat êmpat lima. Yakin mêsti iså nggarap kabèh.... Têrús tèstíng diwiwiti. Kabèh soal iså dijawab kanti bênêr, kari nunggu pêngumuman.... Ditåmpå, têrús dadi Calón Pégawai Nêgêri Sipil alias CPNS. Tanpå kélangan dhuwit.... Aku êmóh nèk dadi pêgawai nganggo dhuwit, êmóh yèn KKN.... Lha wóng dhuwít kók diwènèhké wóng sugíh. Pådhå waé ngingóni wóng lémpóh.... Ngono pikiré Parjó.
Sak wisé têlúng minggu dinå pêngumuman têkå, têrús mangkat niliki pêngumuman pênêrimaan CPNS. Diatúraké nomêr-nomêr síng ditåmpå, nangíng nomêré Parjó.... blóng.... ora ånå. Taún kapíng loro yå hasilé pådå waé.... Taún kapíng têlu, papat, limå.... Sami mawón.... Mupús.
Rikålå ngancík taún kapíng pitu idéalismêné mulai luntúr. Sajaké wís ngancík jaman sak iki kabèh-kabèh kudu nganggo isiné sak alias dhuwit.
"Ééé.... Blaik tênan, arêp dadi pêgawé kók angèlé ora jamak," Parjó grundêlan nèng ngarêpé Drs Parimín kåncå kuliahé rikålå mampir nèng omahé.
"Kowé gêlêm åpå piyé? Sasi ngarêp ånå pêndhaptaran manèh. Níng kåyå biasané. Jaman saiki kudu nganggo (Parimín nggèsèkké jêmpól karo drijiné). Léwat tanggaku síng kêrjå nèng kånå dijamín!" sêmauré Parimín karo ngangkat jêmpól.
"Têrús pira?" Parjó nyaút kanti cêkak.
"Sak iki pasarané têkan séwidak!"
Blaik.... Trèmbèlané, lha kók kåyå wóng bakulan, kåyå blantík! Kuwi yå dhuwít kabèh?!"
Parjo sêmaúr karo njêgègès.
"Mbúh Jó! Dikandhani kók malah cêngèngèsan," Parimín sajak anyêl.
"Têrús carané piyé? Jaminané piyé? Upåmå ora kêtåmpå piyé? Åpå dhuwité iså bali? Êngko gèk ngapusi?" pitakoné Parjó kåyå udan.
"Ora mungkín, piyayiné nèk dibayar sak iki ora gêlêm kuwi jênêngé nyókól! Lha wóng aku kaé mbayaré pênuh nèk wís kêtåmpå, nèk kowé gêlêm ayo njalúk tulúng rånå! Iki dudu KKN lho, lha wóng njalúk tulúng. Umpåmå nganggo dhuwít mbayaré kuwi nèk wis kêtampå...
pinångkå ucapan têrima kasih alias matúr nuwún!"
"Kuwi alias ya mbayar.... Ya KKN. Lha kélangan dhuwít!" Parjó nyaút gunémané Parimín.
"Ya! sak karêpmu síng ngarani!" Parimín rådå anyêl.
Êmbúh piyé céritané ngêrti-ngêrti Parjó nyarujuki usulé Parimin. Parjó karo Parimín sidå mêngadakan pêrjanjian tidak têrtulis kathi cathêtan ucapan têrima kasih Rp 60 juta. Ångkå síng cukúp fantastik kanggoné Parjó. Rikålå ånå pêndhaptaran Parjó ndaptarké manèh sawisé olèh Kartu Pêndaftaran têrús dipotokopi, dititipaké marang tanggané Parimín.
Wis têkan titi mangsané, pêmêríntah dhaérah nggatèkaké nasibé pårå guru síng wís ngabdi suwé. Pênêrimaan PNS diutamakké síng pêngabdian lan umuré wís akèh, kêrsané Gústi Allah, Parjó mêmênuhi syarat. Parjó ditêtêpaké ditåmpå dadi CPNS. Nangíng ora ngêrti åpå mêrgå bantuan åpå mêrgå liyané, amargå rikålå kabèh kåncå-kancané sak angkatan ditakóni ora ånå síng nganggo dhuwít babar blas.
Parjó kêtampa kanthi råså sêtêngah-sêtêngah, yå sênêng, yå susah. Sênêngé mêrgå síng diidham-idhamaké pitúng tahún wís kêcêkêl. Nangíng síng ndadèkaké susahé, sak iki kudu nggólèk dhuwít sêwidak yutå. Pêrjanjian wis kêbacút ditèkên. Sawisé rêmbugan karo bojoné, diputusaké nyilíh dhuwít marang tanggané síng dódól matêrial, kanthi jaminan sértipikat lêmah warisané. Lan anakan sabên wulan têlúng pêrsèn. Ditambah adól mangsan sawah sak pathók warisan såkå mårå tuané suwéné limang tahún.
Nêm tahún lawasé Parjó wís rêsmi dadi Pégawai Nêgêri Sipil (PNS), nèk mangkat nganggo PSH nècis. Nangíng nganti saiki, nganti anaké wis loro durúng ngrasakké blanjané, amarga SK pêgawéné dititipaké ånå bank. Jangkané sêpulúh tahún kanggo nutúp utangan rikålå mlêbu dadi pêgawé lan krédhit pit móntóré.
"Dhúh Gústi tibaké dadi pêgawé nganggo cårå ngéné iki malah susah, pénak gèk dadi tani biyèn kaé, éntúk sithík dipangan sithík ora dioyak-oyak utang." Parjó ngunjal ambêgan. Atiné tambah gêtêm-gêtêm rikålå ånå wartå ing surat kabar, sing nêrangaké manåwå ånå oknum PNS nåmpå sógókan ditangkêp polisi amargå apús-apús. Barêng ditêlusur tibaké óknum mau síng nåmpå dhuwit sêwidak yutå såkå dhèwèké.
"Pak Guru tangi! Ayo aku têrké mulíh.... Ngalamún waé!" Sartónó pagawé pabrík tèkstil ing kutha nggugah lamunané Parjó.
"Éh.... iyå... iyå..., lho kók yah méné wís mulíh, Sar?" Parjó gêragapan karo nggolèki srandhalé.
"Anu Pak guru.... Mau ora dha mlêbu nyang pabrík. Níng dha nyang kabupatèn. Dhémo nuntút kênaikan gaji," suarané Sartónó katón sêmangat têrús mlumpat nyang sadhêl.
"Mêngko nèk síng dhémo malah dipêcat anakmu tók pakani åpå?"
"Êhmmm...." Sartónó ora biså njawab.
::Déning: P Dasihanto FD::
Sumber : Jagad Jawa – Solopos

Bedane Narasi Ekspositoris lan Narasi Sugestif :
Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1. Njembarake wawasan utawa pangerten.
2. Mbeberake katrangan bab prastawa.
3. Adhedhasar nalar supaya padha sarujuk.
4. Basa Informatif, tembung denotatif.
1. Mbeberake makna kang sinandi.
2. Nguripake pangangen - angen (imajinasi)
3. Nalar mung Kanggo nggayuh surasa (makna), yen perlu nalar dilirwakake
4. Basa figuratif, tembunge konotatif.

B. WACAN DISKRIPTIF (NGGAMBARAKE).
Wacana Diskriptif yaiku wacana kang nggambarake kanthi cetha salah sawijining kahanan (objek), objek mau kaya - kaya ana ngarepe wong kang maca.
Tuladha :
Lemari wesi kelir klawu, kang mapan ana pojok kantor guru, wis rusak. lawange wis ora bisa diinepake, tur teyengen sisan. Rak- rakane ya wis padha peyok. Mula ya wis ora kuwat nyangga buku - buku utawa piranti liyane kang arep disimpen ana kono.
Museum Diponegoro
Museum iki manggon ing Magelang, persis ing Jalan Diponegoro no. 1. Gedhunge manggon ing sisih kiwa Pendhapa Karesidhenan Kedu kang dibangun 1810. Ing kene, mbiyen Pangeran Dipanegara (Diponegoro) diapusi dening Walanda. Ing museum iki kasimpen meja kursi kang ana guratane kuku Pangeran Dipanegara, klambi kang ukuran dhuwure 1,57 meter lan ambane 1,35 meter, digawe seka bakal (kain) shantung. Ana uga kitab Tahrib, bale kanggo sholat, 7 (pitung) cangkir, lan maneka warna liyane.
Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi

Keterangan :
Wacana di atas menggambarkan tentang barang-barabg milik pangeran Diponegara yang disimpan di Museum Diponegara, barang yang disimpan antara lain : baju yang tingginya 1,57 meter dan lebarnya 1,35 meter, yang terbuat dari kain Santhung, serta terdapat kitab Tharib, balai untuk sholat, 7 cangkir, dan masih banyak yang lainnya.

C. WACANA EKSPOSISI (NYERITAKAKE PROSES)
Sajroing wacana eksposisi dibeberake anane analisa proses nganggo cara narasi. Narasai kang mengkono mau diarani narasi ekspositoris/ narasi teknis, awit ancas kang tinuju titise katrangan ngenani sawijining prastawa kang dibeberake. Dadi ancase wacana eksposisi yaiku maparake, njlentrehake ( menjelaskan), ngaturake informasi, mengajarkan lan nerangake sawijining bab tanpa didhasari supaya pamaos bisa nampa utawa narima. Wacana elsposisi adate digunakake kanggo mbabarake pengetahuan / ilmu, definisi, pengertian, langkah - langkah sawijining kagiyatan, metode, cara, lan proses dumadine sawijining prastawa utawa bab. tuladhane upamane carane gawe sabuk saka kulit, tas kulit, carane gawe tahu lan sapanunggalane.
Tuladha
Mendhem ari-ari

Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi

Mendhem ari-ari iku salah sijining upacara kelairan sing umum diselenggara'ake malah uga ana neng dhaerah-dhaerah (suku-suku) liya. Ari-ari iku bagian penghubung antara ibu lan bayi wektu bayi esih neng jero rahim. Istilah liya kanggo ari-ari yaiku: aruman utawa embing-embing (mbingmbing). Wong Jawa percaya yen ari-ari iku sejatine salah siji sedulur papat utawa sedulur kembar si bayi mulane ari-ari kudhu dirawat lan dijaga misale enggon kanggo mendhem ari-ari iku diwei lampu (umume senthir) kanggo penerangan, iki dadi simbol "pepadhang" kanggo bayi. Senthir iki dinyala'ake nganti 35 dina (selapan).Ari-ari dikumbah nganti resik dilebo'ake neng kendhi utawa bathok kelapa. Sedurung ari-ari dilebo'ake, alas kendhi diwei godhong senthe banjur kendhine ditutup nganggo lemper sing esih anyar lan dibungkus kain mori. Kendhi banjur digendhong, dipayungi, digawa neng lokasi penguburan. Lokasi penguburan kendhi kudhu neng sisi tengen pintu utama umah. Sing mendhem kendhi kudhu bapak kandung bayi.

Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi
Ket: wacana diatas merupakan ekposisi dapat dilihat dari adanya penjeklasan yang merupakan kata kunci dari wacana eksposisi. Paragraf diatas menjelaskan tentang upacara mendhem ari-ari disitu dijelaskan tentang makna istilah mendhem ari-ari dan juga tata urutan upacara. Dijelaskan pula simbol-simbol yang ada dalam upacara adat tersebut.

Gedhang
golèkGedhang (ngoko) utawa Pisang (krama) iku sing thukul nglompok ing dhaérah tropis. Tandhuran gedhang kagolong kulawarga Musaceae. Ana pirang jinis gedhang sing warnané werna-werna, ananging mèh kabèh sing didol ing pasar utawa supermarket warnané yèn wis mateng lan rupané nglengkung. Gedhang akèh ngandhung kalium. Kembang gedhang diarani jantung.
Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi

Ket: paragraf diatas termasuk wacana ekposisi. Wacana tersebut menerangkan tentang buah gedhang atau pisang dari segi asal-usulnya dan juga jenisnya.

D. WACANA ARGUMENTASI (PANEMU)
Wacana argumentasi yaiku wacana kang mbudidaya kanggo ngowahi panemune wong liya, supaya percaya lan wusanane tumindak jumbuh karo kang dikarepake panulis/ kang ngomong.
Tuladha :

BASA JAWA LAN BUDI PAKARTI
Basa Jawa menika gadhah relevansi kaliyan pendidikan budi pakarti. Kangge tuladhanipun, lare ingkang nyinau basa Jawi mBoten kraos ugi pikantuk pelajaran budi pakarti. Paling mBoten, lare menika saged mangertosi babagan unggah-ungguh ingkang dados salah satunggaling unsur penting wonten pendidikan budi pakarti. Lare-lare kala wau badhe luwih ngajeni tumrap tiyang sanes, kaliyan tiyang ingkang dipunjak micanten, ugi luwih ngajeni tiyang ingkang luwih sepuh saking piyambakipun
.Wonten ing kabudayan Jawi menika, kususipun ing basa Jawi, wonten kathah sanget bebasan ingkang gadhah unsur pendidikan budi pakarti, etika, moral, ingkang sejatosipun sampun diakui kaliyan bangsa Indonesia. Babagan menika amargi bebasan-bebasan ing basa Jawa menika ngandhut kapribaden manungsa ing Indonesia. Tegesipun, sedaya ingkang sae, ingkang endah ing pangraosan dipunungkapaken mawi tetembungan basa Jawi. Isi lan unenipun tetembungan menika saged dipunpahami kaliyan bangsa Indonesia. Kangge tuladhanipun inggih menika bebasan:

1. “gemi, nastiti, ngati-ati”
Gemi menika ateges mboten boros, manungsa menika mBoten pareng boros wonten gesangipun, amargi boros menika kalebet tumindak ingkang mBoten sae. Nastiti menika ateges mBoten nyedhak kaliyan babagan ingkang angel, dados manungsa menika mBoten usah kangelan anggenipun ngadhepi gesang menika, nanging kedah usaha kemawon. Ngati-ati menika ateges ngedohaken awakipun saking tumindak ingkang ala (mBoten sae/kelentu), manungsa menika kedah miturut kaliyan mergi ingkang sae, manut kaliyan moral lan aturan ingkang wonten ing masarakat.

2. “tegen, mugen, rigen”
Tegen menika ateges mBoten nDamel tiyang sanes kuciwa_mliginipunipun ingkang dados semahipun, utawa dados tiyang menika kedah kurmat kaliyan garwanipun. Mugen ateges menawi tiyanng menika kedahipun saged dipercaya kaliyan tiyang sanes, utawi manungsa menika kedah saged nDadosaken tiyang sanes percaya kaliyan piyambakipun. Rigen menika ateges menapa ingkang dipuntindakaken menika saged nDadosaken manpangat kangge tiyang sanes.
3. “titi, rukti, rumanti”
Titi menika ateges tiyang menika mboten pareng sembrana anggenipun tumindak. Rukti ateges manungsa menika kedah dadhah penampilan ingkang sae, pantes lan mBoten ngisin-isini. Dene rumanti menika ateges saged nyekapi, utawi menawi dados garwa ingkang sae menika kedah saged nyekapi kabetahanipun ngangge penghasilan ingkang punpikantuk.

E. WACANA PERSUASI ( PANGAJAK).
Paragrap persuasi iku sambugane saka kembangane saka paragrap argumentasi. persuasi sepisanan ngandharake gagasan nganggo alesan, bukti, utawa tuladha kanggo nyakinanke pamaos. banjur dibarengi nganggo ajakan, bujukan ,rayuan, imbauan utawa saran marang pamaos. bedane paragrap argumentasi lan paragrap persuasi. paragrap argumentasi kang dadi bakune yaiku salah benere gagasan / pendapat. nek paragrap persuasi ngarep - arep supaya pamaos melu karo kekarepane panulis.

Tuladha :
praktik pidato iku gedhe banget mupangate. saben praktik pidato iku mesthi duweni pengalaman kang paling nyensemake ati. saya kulina anggone praktik pidato, mbuh iku gladhen utawa praktik pidato temenan bakal saya akeh pengalaman batin kang diduweni. saka pengalaman batin mau pamicara nemokake cara - cara pidato sing efektif lan nyenengake. saya akeh daya pikat kang ditemokake lan saya kerep dipraktike, bakal saya akeh pengalaman pamaos.
wis ora mokal maneh yen praktik pidato iku kaya obat kuwat kanggo mangun rasa percaya dhiri. yen rasa percaya dhiri mau wis gedhe, pamicara bisa ngayahi tugas kanthi tenang tanpa ana godha ( kaya rasa isin ), wedi lan grogi. percaya dhiri mau kang dadi modal pisanan kanggo ngayuh keberhasilan pidato. mula supaya mahir lan trampil pidato, panjengan kudu nglakoni praktik pidato.

 
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. . Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis .

 DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresko.
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS Printing Cemerlang.
Kushartanti, Multamia dan Lauder, Untung Yuwono. 2008. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syamsuddin A.R. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP Bandung.


0 comments:

Post a Comment