Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (大日本?)(pemerintah militer Jepang) adalah melarang
semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret
1942, dikeluarkan
peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk
perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2
Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda
untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
- Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (Hakko Ichiu)
- Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
- Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
- Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
- Menarik simpati organisasi Islam MIAI.
- Melancarkan politik dumping
- Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.
Selain propaganda, Jepang juga melakukan
berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti
berikut:
- Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
- Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).
Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus
memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di
setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan
Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan
kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia
Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
- Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan Madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
- Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukittinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.
- Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.
Selain kebijakan politik di atas, pemerintah
Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan,
diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan
membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk
mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
- Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi Imamura.
- Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.
- Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara
khusus Asia Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam.
Aspek Ekonomi dan Sosial
Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan
bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap
bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan
dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan
ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
- Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
- Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
- Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer
Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang
makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye
penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai
dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak
dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk
pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini
menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan
pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau
Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo
(Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya
penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa
makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
Aspek Kehidupan Militer
Pada aspek militer ini, Anda akan memahami
bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer
Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.
Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin
intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal
ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin
menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar
Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan
jatuhnya Guadalacanal yang
merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).
Situasi di atas membuat Jepang melakukan
konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan
pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam
pertempuran menghadapi Sekutu.
0 comments:
Post a Comment